Rolasnews.com – Universitas Negeri Malang (UM) kembali menambah deretan jumlah Guru besar dengan dikukuhkannya dua Guru Besar baru yakni Prof. Dr. Muhammad Alfian Mizar, M.P. dan Prof. Dr. H. Heru Suryanto, S.T., M.T.
Pada pidato pengukuhannya, Prof. Dr. Muhammad Alfian Mizar, M.P. yang dikukuhkan sebagai guru besar Teknologi Tepat Guna (Appropriate Technology) tersebut mengangkat tema “Strategi Desain Manufaktur, dan Aplikasi Teknologi Tepat Guna (Appropriate Technology) Dalam Peningkatan Daya Saing Nasional”.
Menurutnya, selama ini pemanfaatan teknologi pada Industri Kecil Menengah (IKM) masih rendah jika dibandingkan dengan tuntutan bisnis di lapangan, sehingga peluang yang seharusnya bisa dimanfaatkan IKM Indonesia direbut produk impor.
Hal ini disebabkan lemahnya lembaga intermediasi dan kesiapan SDM IKM dalam menerima teknologi.Banyak temuan Teknologi Tepat Guna (TTG) untuk kalangan masyarakat IKM tetapi sulit diaplikasikan yang disebabkan adanya gap antara penghasil teknologi dengan pengguna teknologi.
“Sebenarnya berbagai macam mekanisme difusi dan pemanfaatan TTG telah diterapkan, tetapi tingkat keberhasilannya masih belum maksimal. Karenanya perlu strategi desain manufaktur mengingat dalam desain produk TTG pada prakteknya tidak hanya sebagai kegiatan perancangan dan analisis kekuatan komponen produk saja, tetapi sudah harus melibatkan bidang manufaktur, kontrol kualitas, dan mengevaluasi kinerjanya,” ungkapnya, Kamis (8/4).
Selain itu, lanjutnya, salah satu unsur yang perlu dipertimbangkan juga dalam aplikasi TTG, yaitu tingkat kemampuan berteknologi IKM, mulai dari kemampuan operasi, kemampuan memasang fasilitas, memperbaiki, mereproduksi, adaptasi, menambah, inovas.
Sementara itu Prof. Dr. H. Heru Suryanto, S.T., M.T, dalam pidatonya yang melakukan kajian terkait “rekayasa interface sebagai faktor kunci keberhasilan manufaktur komposit polimer yang diperkuat serat alam”, mengatakan, jenis-jenis tanaman serat yang berpotensi sebagai komoditas industri diantaranya adalah serat rami, jute, pelepah pisang, daun nanas, kapok, ampas tebu (bagasse), sabut kelapa, batang padi (jerami), linen, dan mendong.
“Bahan-bahan ini dapat diaplikasikan menjadi “New green composite material” yang sangat sesuai dengan pergeseran paradigma baru bidang manufaktur,” ucapnya.
Menurutnya, keunggulan yang ditawarkan dari serat alam dibandingkan dengan serat sintetis adalah dari sisi ekonomis harganya murah, densitas rendah, mudah lepas, bersifat bahan terbarukan dan terbiodegradasi, serta tidak berbahaya bagi kesehatan.
Dijelaskan pula bahwa potensi ekonomis produksi komposit sangat besar yaitu 10,8 juta ton di tahun 2016 dan diperkirakan naik 5% di tahun 2021 dengan valuasi mencapai 105 miliar dolar, di tahun-tahun berikutnya diperkirakan akan meningkat jauh lebih besar lagi.
“Jadi kesimpulannya potensi pengembangan produksi komposit dari bahan serat alam di Indonesia sangatlah besar, mengingat sumberdaya yang dimiliki sangat melimpah dan peluang pasar komposit cukup besar,” pungkasnya. (ANC)