Rolasnews.com – Metode layanan Paylater telah menjadi alternatif solusi keuangan bagi masyarakat yang aman dan mudah untuk pembiayaan aktivitas sehari-hari di masa pandemi.
Demikian hasil temuan survei terbaru dari Research Institute of Socio-Economic Development (RISED) yang berjudul “Persepsi Pasar Indonesia Terhadap Pemanfaatan Fitur Pembayaran Paylater.”
Survei ini mengungkapkan bahwa sebesar 92% responden layanan ‘bayar nanti’ (Paylater) bermanfaat untuk pengawasan dan arus kas. Penggunaan layanan ini sebelum dan selama pandemi COVID-19 juga berubah. Jumlah produk kesehatan yang dibeli menggunakan layanan Paylater naik lebih dari dua kali lipat saat pandemi dibanding sebelum pandemi.
Tidak hanya itu, peningkatan peningkatan intensitas penggunaan layanan ‘bayar nanti’ (Paylater) sebelum dan selama pandemi. Dimana, peningkatan tersebut sebesar 22,52% bagi pengguna yang tergolong sangat sering dan sebesar 7,2% bagi pengguna yang tergolong sering menggunakan layanan Paylater.
“Riset kami menunjukkan kehadiran kehadiran layanan ‘bayar belakangan’ (Paylater) harus dipandang sebagai solusi pengelolaan keuangan, bukan hanya soal pembayaran. Kehadiran layanan ‘bayar belakangan’ (Paylater) telah terbukti membantu pembantuan arus kas (cash flow) dengan lebih baik, terutama di masa pandemi yang penuh ketidakpastian,” ujar Rumayya Batubara, SE , M.Reg.Dev., Ph.D dalam rilis resmi RISED, Rabu (11/2).
Ekonom dari Universitas Airlangga ini menambahkan, dengan layanan Paylater, konsumen bisa lebih leluasa membiayai penganggaran dan mengatur keuangan jangka panjang termasuk menabung.
Untuk diketahui, layanan Paylater saat ini banyak yang ditawarkan oleh platform digital yang sesuai dengan pihak ketiga penyedia layanan cicilan. Lebih dari 15 layanan e-commerce serta aplikasi on-demand yang menyediakan layanan ini, seperti Kredivo, Shopee Paylater, Traveloka, Gojek, Grab, dan Tokopedia (Daily Social, 2020).
Ada dua faktor utama menurut Rumayya yang mendorong masyarakat meningkatkan layanan ‘bayar nanti’ (Paylater).
Dua faktor tersebut adalah keamanan dan kenyamanan. Survei menemukan bahwa lebih dari 94% responden percaya pada jaminan perlindungan konsumen dan keamanan yang disediakan oleh penyedia layanan ‘bayar nanti’ (Paylater) yang telah terdaftar atau mendapatkan izin dari OJK. Proses pengajuan yang cepat dengan hanya mensyaratkan dokumen identitas (KTP) serta pengajuan nominal yang lebih rendah dibandingkan kartu kredit juga menjadi keunggulan ini.
Survei yang dilakukan RISED ini juga menemukan bahwa masyarakat sudah memiliki tingkat pemahaman yang tergolong tinggi mengenai aturan dan keuntungan penggunaan layanan Paylater. Lebih dari 95% responden cukup paham-sangat paham penggunaan penggunaan layanan ini.
“Kehadiran layanan ‘bayar nanti’ (Paylater) yang membantu pengelolaan keuangan individu, kami percaya dapat memberikan banyak manfaat pada perekonomian secara makro,” terang Rumayya.
Ia menuturkan, layanan ini membantu meningkatkan konsumsi atau belanja domestik di platform digital, terutama bagi mereka yang sulit mengakses pinjaman perbankan. Meningkatnya konsumsi domestik di platform digital akan mendorong pertumbuhan ekonomi digital Indonesia sekaligus mendukung pemulihan ekonomi yang bergantung pada pengeluaran domestik.
Transaksi Ekonomi Digital Meningkat 25% Selama Pandemi
Dengan ini, lanjut Rumayya, regulator di bidang jasa keuangan dapat terus memberikan ruang inovasi agar layanan tetap tumbuh sambil melakukan penelitian dan tidak merugikan konsumen.
Hal ini selaras dengan pelaksanaan Peraturan Presiden No. 74 Tahun 2017 tentang Peta Jalan Sistem Perdagangan Nasional Berbasis Elektronik Tahun 2017-2019 untuk mendukung aktivitas e-commerce dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
Salah satu tujuan RPJMN adalah untuk memaksimalkan potensi ekonomi digital melalui percepatan pengembangan sistem perdagangan nasional berbasis digital, usaha rintisan berbasis digital (start-up), dan sistem logistik yang terintegrasi.
Survei pemanfaatan layanan ‘bayar nanti’ (Paylater) dilakukan kepada 2.000 responden di 10 provinsi yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Timur, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, Sumatera Utara, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Selatan pada bulan Oktober 2020. (NAY)