Rolasnews.com – Sejalan dengan pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia, kebutuhan gula konsumsi juga semakin meningkat. Karena itu diperlukan pengaturan produksi pada pabrik gula basis tebu.
Demikian diungkapkan Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian, Abdul Rochim, beberapa waktu lalu.
“Kebutuhan gula konsumsi saat ini sebesar 2,8 juta ton, sementara produksi dalam negeri baru mencapai 2,1 juta ton,” ungkapnya.
Kemenperin mencatat, produksi gula dalam negeri pada tahun 2015-2020 menurun dari 2,5 juta ton menjadi 2,1 juta ton.
Padahal pada rentang tahun yang sama telah berdiri sebanyak kurang lebih tujuh pabrik gula berbasis tebu, antara lain PT. Kebun Tebu Mas, PT. Sukses Mantap Sejahtera, PT. Adikarya Gemilang, PT. Industri Gula Glenmore, PT. Pratama Nusantara Sakti, PT. Rejoso Manis Indo dan PT. Prima Alam Gemilang, dengan kapasitas terpasang yang rata-rata cukup besar antara 8.000 – 12.000 TCD (Ton Cane per Day).
“Sehingga pada saat ini terdapat 62 pabrik gula di dalam negeri (43 PG BUMN dan 19 PG swasta) dengan kapasitas terpasang nasional mencapai 316.950 TCD,” ujar Rochim.
Apabila seluruh pabrik gula basis tebu dapat berproduksi optimal dan efisien, dapat dihasilkan produksi gula kurang lebih 3,5 juta ton per-tahun. Hal ini berarti swasembada gula konsumsi sudah tercapai.
Namun, sampai saat ini pengembangan industri gula nasional masih banyak kendala, antara lain sulitnya investor memperoleh lahan yang clean and clear di luar Jawa, sementara perkebunan tebu di Pulau Jawa juga semakin berkurang. Selain itu, sulitnya memperoleh saprodi tebu dan produktifitas tebu yang relatif rendah.
“Sehingga diharapkan pabrik-pabrik gula basis tebu ini fokus untuk meningkatkan produksi gula kristal putih, dengan mengembangkan perkebunan tebunya untuk memenuhi bahan baku bagi perusahaannya,” tutur Rochim.
Upaya-upaya tersebut dapat dilakukan dengan melakukan kemitraan, pemberdayaan petani tebu, membantu aspek pembiayaan perkebunan tebu petani, penyediaan saprodi tebu, bimbingan usaha budidaya tebu dan sebagainya untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas tebu yang dihasilkan.
Sedangkan, pabrik gula rafinasi fokus untuk memenuhi kebutuhan GKR untuk industri mamin.
“Pabrik gula rafinasi mengolah raw sugar menjadi gula kristal rafinasi agar dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku atau bahan penolong bagi industri mamin,” jelasnya.
Kemenperin Jaga Ketersediaan Bahan Baku Gula untuk Industri Mamin
Berdasarkan hasil Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) tingkat menteri yang dilaksanakan pada 14 Desember 2020, disepakati alokasi kebutuhan GKR untuk industri mamin dan farmasi di dalam negeri pada tahun 2021 sebesar 3,116 juta ton GKR (setara dengan 3,315 juta ton raw sugar). Dan pada akhir Desember 2020 telah diterbitkan persetujuan impornya sebesar 1,935 juta ton untuk kebutuhan semester I Tahun 2021.
“Sementara itu, berdasarkan hasil Rakortas pada 26 Januari 2021 telah disepakati bahwa kebutuhan GKR untuk kebutuhan industri maminfar pada semester II sebesar 1,380 juta akan segera diterbitkan dalam waktu dekat ini,” tandasnya. (TON/*)