Rolasnews.com – Berbeda dengan bisnis pakaian, menekuni usaha berjualan bendera membutuhkan kesabaran dan tekad kuat. Pasalnya, jika bisnis jual beli pakaian momentumnya lebih panjang, berjualan bendera sifatnya musiman. Hanya ramai pada event-event khusus, utamanya Agustusan.
Itu pula yang dialami Sejinah, seorang penjual bendera di kawasan Darmokali, Wonokromo, Surabaya. Sepuluh tahun sudah ia menggeluti usaha jualan bendera di sebuah bedak/kios yang tak jauh dari tempat tinggalnya.
“Sebelumnya saya pernah usaha macam-macam. Mulai jualan jajan sampai es. Tapi usaha itu kurang jalan. Mungkin bukan rejekinya ya,” ujarnya saat ditemui di kiosnya.
“Kemudian saya amati beberapa kios yang jualan bendera di sekitar saya. Banyak yang mondar mandir beli bendera. Bahkan ada yang datang dari jauh. Saya tanya ke suami saya, ‘Mas, gimana kalau kita coba jualan bendera seperti tetangga-tetangga kita?” Sejinah menuturkan awal mula usahanya berjualan bendera.
Sang suami tak keberatan. Apalagi ada kenalan yang mau membantu menyuplai bendera berbagai ukuran untuk dijualkan. Sejak itu Sejinah beralih fokus pada usahanya yang ini.
Ogah pusing-pusing soal nama, suaminya menamai kios mereka ‘Permak Jinol’. Jinol merupakan singkatan dari ‘siji karo nol’ alias 1 dan 0 yang kalau digabung menjadi angka 10, sesuai dengan nama Sejinah.
Baca Juga :
Modal Nekad Dorong Ismail Effendy Bikin Spare Part Mesin Packaging Sendiri
Selain jualan bendera, Sejinah juga menerima pesanan menjahitkan pakaian, seragam, permak jeans, hingga membuat berbagai kerajinan dari kain.
Pengalaman pernah bekerja di pabrik konveksi memudahkannya menggeluti pekerjaannya yang baru. Berbekal ilmu dan pengalaman, lambat laun ia menjahit sendiri sebagian bendera yang dijualnya.
“Daripada bengong nunggu orang beli bendera, saya waktu itu usul sama suami untuk memboyong mesin jahit yang ada di rumah rumah ke sini. Itung-itung kalau ada yang butuh jasa servis jahitan, saya bisa mengerjakan,” kata Sejinah.
Suaminya pun setuju. Ternyata adanya mesin jahit kuno peninggalan orang tuanya itu malah sangat membantu menambah penghasilan untuk menopang kebutuhan hidup sehari-hari. Setiap hari ada saja yang meminta jasa permak jahitan.
Sejinah mengakui, jika dibandingkan dengan terima orderan jasa menjahit dari perorangan, jualan bendera margin keuntungannya memang jauh lebih besar. Bahkan pernah satu ketika, ada orang yang langsung membeli 100 bendera. Juga dari kampung-kampung yang melakukan pembelian secara kolektif untuk warganya.
“Tapi itu hanya pada momen tertentu. Biasanya menjelang Agustusan. Setelah itu ya sepi lagi,” ucapnya.
Masa-masa paling berat, lanjut Sejinah, adalah dua tahun terakhir ketika pandemi corona merebak di mana-mana. Karena kegiatan yang mengundang kerumunan sangat dibatasi, otomatis berimbas pula pada usahanya. Banyak yang cenderung menghentikan sementara pembelian bendera maupun umbul-umbul untuk kegiatan memeriahkan peringatan 17 Agustus di tempat masing-masing.
“Mudah-mudahan Agustusan tahun ini situasinya bisa kembali seperti sebelum corona. Orang kembali beramai-ramai pesan atau beli bendera dan umbul-umbul,” harapnya.
Sejinah berasal dari keluarga besar. Hal itu tercermin dari namanya yang cukup singkat.
“Iya. Saya sebelas bersaudara. Karena saya yang nomor sepuluh maka dikasih nama Sejinah, artinya ya sepuluh dalam bahasa Jawa,” katanya.
Uniknya, meski memiliki banyak saudara kandung, perempuan berusia 51 tahun ini hanya memiliki putri semata wayang dari suaminya yang pertama.
“Bapaknya Putri (nama putrinya, red) meninggal karena sakit tahun 2018. Setahun kemudian saya menikah lagi. Masih teman almarhum suami saya. Dulu sama-sama kerja di bengkel. Tapi ga sampai dua tahun. Suami saya yang kedua ini meninggal di tahun 2021 karena sakit jantung,” tutur Sejinah.
Baca Juga :
Hartini, Bakul Pecel yang Melanglang Dunia Berkat Asuransi
Dua kali ditinggal suami karena meninggal, alumni SMPN 12 Surabaya Lulusan 1988 (Kelas 1J, 2A, 3I) ini, memutuskan untuk mencurahkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk putri semata wayangnya, Putri Trisnani, yang kini berusia 9 tahun.
Sebagai single parent dengan anak tunggal yang usianya masih amat belia, Sejinah merasa tak bisa jauh-jauh dari buah hatinya itu. Di luar jam sekolah, ia akan mengajaknya ke mana pun pergi.
Sedangkan untuk kesehariannya, Sejinah bersama Putri tinggal di kiosnya yang sempit dan penuh barang dagangan. Baru pada malam hari mereka pulang di rumah mertuanya yang terletak di gang belakang.
“Ketika masih ada suami, saya bisa berbagi untuk mengurus Putri. Tapi sekarang Putri adalah tanggung jawab penuh saya, baik nafkah maupun pendidikannya,” ujarnya.
“Saya ini jualan bendera selain untuk kebutuhan sehari-hari, juga untuk membiayai anak sekolah. Kalau dulu saya mrotol sekolah karena biaya, hal yang sama tak boleh terjadi pada anak saya. Putri harus sekolah demi masa depannya yang lebih baik,” Sejinah menegaskan.
Jika Anda ingin memesan bendera atau umbul-umbul untuk perayaan Agustusan nanti, bisa menghubungi Sejinah melalui 0895-3951-19634. (TON)