Rolasnews.com – Kebutuhan masker menjadi peluang usaha di masa pandemi. Hal tersebut dibuktikan dengan banyaknya permintaan produk kesehatan, khususnya masker, yang dibutuhkan untuk mencegah penularan virus SARS-CoV-2.
Sari W. Pramono selaku Ketua Bidang Ketenagakerjaan, Vokasi dan Kesehatan HIPMI menyatakan bahwa sejak COVID-19 ini sudah naik hampir 77% potensi bisnis masker yang naik. Terutama mungkin yang memiliki bisnis konveksi kini beralih menjadi membuat masker.
“Tentunya pemerintah juga harus mendukung dan menggerakkan UKM ini agar produksi lokal terutama konveksi ini akhirnya dapat menggerakkan ekonomi karena mereka harus terus berjalan. Selain itu, fashion designer lokal Indonesia juga mulai membuat masker yang lucu-lucu sesuai dengan fashion yang sekarang. Menurut saya potensinya besar sih untuk mengembangkan bisnis masker ini itu,” ujarnya melalui ruang digital di Media Center Satuan Tugas Penanganan COVID-19, Jakarta, Selasa (18/8).
HIPMI juga memiliki keinginan agar pemerintah bisa membeli barang yang diproduksi dalam negeri. Saat ini COVID-19 justru jadi tantangan buat industri kesehatan Indonesia untuk mandiri di dalam negeri sendiri karena sebenarnya Indonesia bisa melakukannya tanpa banyaknya transaksi impor.
“Saya rasa juga dengan adanya kreativitas teman-teman yang sudah mulai bagus untuk belajar membuat masker dan lain-lain, nanti lama kelamaan angka impor akan bisa ditekan. Justru bagaimana pemerintah juga mensosialisasikan ini supaya kita membeli produk dalam negeri sendiri dan melalui UKM yang ada agar ekonomi ini bisa terus berjalan,” tambahnya.
Dalam kesempatan yang sama, Saifudin HS selaku Direktur Utama Mitra Sarana Indo juga menyatakan bahwa permintaan karena kebutuhan COVID-19 yang sampai saat ini cukup tinggi dan masih sangat dibutuhkan salah satunya adalah masker.
“Sesuai dengan arahan dari Pak Jokowi, bahwa kalau memang ada keberpihakan dari pemerintah untuk memakai produk lokal, maka produk lokal harus dibeli agar naiknya daya beli masyarakat serta ekonomi kita juga tumbuh,” ungkapnya.
Saifudin HS menambahkan bahwa PT Mitra Sarana Indo sebelum adanya COVID-19 itu tidak bergerak di bidang alat kesehatan sama sekali. Baru 4 sampai 5 bulan selama masa pandemik membuat masker.
“Karena kami melihat semua dana anggaran pemerintah refocusing sejak masa darurat ini, kemudian anggaran untuk alat kesehatan pada saat itu ada 75 triliun atau sekarang naik menjadi 84 triliun. Mulai dari pusat sampai ke tingkat Dinkes daerah yang dibeli itu hanya APD SET, APD masker dan lain sebagainya. Kemudian seperti kata Pak Presiden, ada dana 170 trilliun juga belum digunakan. Di sini kami melihat peluang bisnis, kalau tidak menyesuaikan kami sudah tidak punya proyek lagi,” tambahnya.
Tetapi saat ini, sayangnya bisnis masker dan alat pelindung diri (APD), khususnya N95 di dalam negeri mungkin terhitung baru di bawah 10 perusahaan yang memproduksinya.
Saifudin HS juga menyatakan bahwa dalam berbisnis harus bisa rasional dan realistis sesuai dengan keadaan yang ada. Segera pivoting apa yang harus segera dilakukan dengan kondisi saat ini dan tidak bisa sendirian.
Hadapi Masa Pandemi, Isbon Hadirkan Produk New Normal
Pada kesempatan yang sama, Ayi Hani Susanti selaku Direktur Utama CV. Brilliant melalui aplikasi via Zoom juga menyampaikan bahwa seiring waktu COVID-19 menghantam Indonesia khususnya dunia, CV. Brilliant yang sebelumnya konsen dalam produksi seragam sekarang memproduksi berbagai jenis masker.
“Jadi kami beralih karena demand terlalu tinggi untuk masker. Yang tadinya kita tidak tahu apa-apa tentang masker, tidak pernah memproduksi masker-masker sebelumnya, akhirnya kita mencoba untuk bikin kreasi desain masker dari desain yang sederhana seperti masker kain yang dipakai atau sampai masker scuba,” ungkapnya.
Santi menambahkan bahwa penjualan yang dilakukannya tidak dilakukan secara retail, melainkan dengan sistem korporat.
“Jadi ketika klien butuh yang motif batik, kita siapkan batik. Ketika klien butuh yang scuba bermerek kita juga siapkan itu. Jadi kita lebih konsen ke custom. Sedangkan untuk berkreasi sendiri dan secara retail kita belum melakukannya,” ujarnya.
Santi berpesan, khususnya untuk para pengusaha yang masuk kategori UKM, bahwa harus menyesuaikan kondisi pangsa pasar yang sedang ada, harus kreatif atau berkreasi sesuai dengan permintaan dari pasar sehingga karyawan tetap ada pekerjaan dan pemasukan. (TON/*)