Akibat Pandemi, Penjualan Barang-Barang Mewah Anjlok 23 Persen

Akibat Pandemi, Penjualan Barang-Barang Mewah Anjlok 23 Persen
(Seorang wanita mengenakan masker berjalan melewati papan iklan lipstick Chanel di Beijing, China. Penjualan barang-barang mewah turun hampir seperempatnya di masa pandemi. Foto : AP Photo)
Rolasnews.com – Penjualan barang-barang mewah seperti pakaian, perhiasan dan produk kecantikan diperkirakan anjlok hingga sekitar 23 persen sepanjang tahun ini. Pandemi COVID-19 telah menghapus enam tahun pertumbuhan global penjualan barang-barang bermerk tersebut.

Meski begitu, hasil penelitian yang dirilis hari Rabu (18/11) oleh konsultan Bain, menyatakan bahwa anjloknya penjualan barang-barang mewah di seluruh dunia lebih kecil dari perkiraan semula, yakni 35 persen. Hal ini berkat pulihnya pasar di China, yang mengkonsumsi hampir sepertiga dari semua penjualan.

Di tahun 2020, sektor konsumtif ini diharapkan menghasilkan pendapatan USD 256 miliar, atau turun USD 76 miliar dibandingkan tahun 2019.

Read More

Ini merupakan penurunan pertama sejak krisis keuangan di tahun 2009, saat itu industri mengalami penurunan 9 persen. Namun pulih dengan cepat di tahun berikutnya.

Dilansir dari Associated Press, mitra Bain, Claudia D’Arpizio mengatakan bangkitnya industri barang-barang mewah masih dipenuhi ketidakpastian. Pasalnya, gelombang kedua pandemi membuat banyak negara menutup kembali pusat-pusat ritel dan melarang warganya pelesiran ke luar negeri.

Harapan untuk membaiknya keadaan adalah segera ditemukannya vaksin yang efektif, demikian dikatakan D’Arpizio.

Selain itu, ia menambahkan, beberapa faktor lainnya yang turut membantu adalah penyerapan pasar di China, langkah-langkah stimulus di AS dan Eropa, serta kebijakan pajak baru oleh Presiden AS terpilih, Joe Biden, yang kemungkinan berdampak besar pada warga berpenghasilan tinggi.

Estimasi untuk pertumbuhan di tahun 2021 akan turun dalam kisaran yang lumayan besar, dari 10 persen hingga 19 persen. Sedangkan keuntungan merek-merek ternama juga diperkirakan turun 60 persen sepanjang tahun ini dan hanya mampu pulih setengahnya di tahun depan.

China, yang pasarnya sudah membaik, diharapkan memimpin trend pembelian barang-barang mewah. Bain memperkirakan pemulihan global penuh akan terjadi di tahun 2022 dan 2023. Konsumen asal negeri panda diperkirakan akan mendominasi hampir setengah dari semua penjualan di tahun 2025.

Kebijakan banyak negara yang memaksa warganya lebih banyak tinggal di rumah, membuat penjualan pakaian jadi turun 30 persen atau USD 53,5 miliar. Sepatu turun 12 persen menjadi USD 22,6 miliar, sedikit tertolong oleh trend sepatu sneaker yang mendorong rebound di paruh kedua. Hal yang sama juga dialami penjualan perhiasan yang “hanya” turun 15 persen karena diredam gairah belanja konsumen dari negara-negara Asia.

Booming Belanja Online di Masa Pandemi, Laba FedEx Naik Tajam

Namun di sisi lain, pandemi mempercepat transisi yang sudah berlangsung di sektor ini, termasuk pergeseran ke pembelian online, kesadaran pada keberlanjutan dan keberagaman, meningkatnya peran kaum muda, serta kemudahan dalam memanfaatkan platform digital.

“Pandemi menyingkirkan brand-brand ternama yang tidak memahami trend. Memaksa mereka untuk melakukan investasi yang tepat,” kata D’Arpizio.

Ia juga memperingatkan bahwa semakin lama pandemi berlangsung, beberapa brand besar akan kehabisan uang dan terpaksa gulung tikar. Sementara yang lainnya, mau tak mau harus melakukan upaya restrukturisasi agar bisnisnya dapat bertahan. (TON)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *