Rolasnews.com – Wadah atau kumpulan penyandang disabilitas tertentu memang masih sangat jarang di Indonesia. Selain mungkin agak kurang lazim bagi orang awam, hal ini dikuatirkan justru akan dicurigai sebagai sarana eksploitasi untuk menarik belas kasihan semata. Padahal banyak sisi positif yang bisa dipetik dengan membentuk wadah semacam ini. Komunitas mata hati, salah satunya.
Bagi Komunitas Mata Hati, bulan April tahun 2000 silam menjadi bulan yang tidak akan pernah terlupakan. Dua orang siswa Sekolah Luar Biasa penyandang tuna netra yakni Bagus Adimas dan Fitri turut serta menjadi partisipan kegiatan Pameran Pemberdayaan Ekonomi Rakyat PB PON XV Jatim. Kedua siswa penyandang tuna netra yang mempunyai nama panggilan Bright Eyes itu sudah sering mendapatkan banyak apresiasi terlepas dari kekurangan yang mereka miliki.
Pada Juni tahun 2000, nama Bright Eyes kemudian resmi berubah menjadi KMH atau Kelompok Mata Hati.
Setelah itu, 4 orang siswa lain mulai bergabung mulai dari Juni tahun 2000 sampai dengan September tahun 2002. Kelompok Mata Hati pun menjadi komunitas yang aktif menjadi partisipan di setiap kesempatan dengan menggunakan formasi layaknya sebuah grup band.
Beberapa media tempat KMH unjuk diri adalah Kadinda Jatim, RRI Surabaya, Mercury FM, JTV dan TVRI Surabaya. Tidak hanya mereka yang tuna netra, siswa normal seperti David dan Bayu pun turut berpartisipasi. Ini menjadi bukti bahwa siswa normal dan cacat pun bisa berkolaborasi dengan baik.
Memasuki awal tahun 2004, KMH mencoba untuk membuat CD Indie Label. Namun, upaya yang mereka lakukan rupanya berlalu begitu saja karena dua orang siswa mulai tidak aktif. Ada pula siswa yang kembali ke tempat tinggalnya di desa. Hal itu menjadikan KMH tersisa tiga orang saja.
Kemudian di tahun 2007, KMH melangsungkan sebuah kegiatan kampanye HIV/AIDS bersama dengan para mahaiswa/I Universitas Surabaya. Kegiatan tersebut akhirnya membuat salah seorang bintang radio turut bergabung di dalam kelompok ini.
Kegiatan yang paling disukai Pit, si bintang radio tersebut, adalah ketika menjadi fasilitator pengenalan pendidikan partisipatif anak di daerah Rungkut, Surabaya. Pada akhirnya, Kelompok Mata Hati dapat bersatu lagi karena adanya kegiatan ini.
Akhirnya di bulan Mei tahun 2008, seorang siswa bernama Danny Heru Dwi Hartanto membeberkan ide cemerlang saat pertemuan reguler KMH. Danny saat itu presentasi di depan KMH beserta relawannya dan memilih CD Indie Label sebagai kegiatan dengan tujuan menggalang dana demi membeli printer Braille.
Memang menjadi ciri khas kelompok KMH untuk menyampaikan pesan dari anak negeri. Kegiatan yang diikuti oleh orang dari berbagai kalangan mulai dari mereka yang cacat dan normal, tua dan muda tersebut menunjukkan kemauan mereka untuk berbuat demi satu sama lain. KMH pun juga sudah memilki website sendiri untuk mengabarkan berbagai kegiatannya, komunitasmatahati.org.
Saat akhirnya semakin banyak orang yang terlibat di dalam kelompok ini, nama KMH yang semula adalah “kelompok” akhirnya berubah menjadi “komunitas”. Anggotanya pun bercampur antara talenta anak bangsa dan mereka yang memiliki rasa kepedulian, bahkan sudah banyak relawan yang ikut bergabung. Tidak ada satu pun dari mereka yang pernah mempermasalahkan mengenai apa dan bagaimana KMH itu.
“Kalau memang kami sudah diciptakan untuk tidak bisa melihat, biarlah orang lain melihat apa adanya upaya kami. Kami akan membalasnya dengan mata hati,” tegas Danny yang kini menjadi Ketua Komunitas Mata Hati. (*)