Rolasnews.com – Selama empat hari berturut-turut Korea Selatan mengalami peningkatan tajam kasus COVID-19 yang menyentuh angka tiga digit setiap harinya. Karena itu, Pemerintah Korsel meminta warganya tetap tinggal di rumah dan membatasi aktivitas di luar yang tidak terlalu mendesak.
Pemerintah negeri ginseng itu bahkan memberi hari libur khusus Senin ini dengan harapan dapat mendorong konsumi domestik. Namun bersamaan dengan melonjaknya kasus COVID-19 di wilayah ibukota Seoul, Menteri Kesehatan Park Neung-hoo mendesak warga untuk berdiam diri di rumah. Selain itu, warga Seoul dan warga Provinsi Gyeonggi yang lokasinya berdekatan untuk menghindari saling berkunjung setidaknya selama dua minggu.
197 kasus baru yang diumumkan oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Korea Selatan (KCDC) membuat total kasus terkonfirmasi positif di negara itu menjadi 15.515, termasuk 305 kematian.
279 kasus baru yang dilaporkan hari Minggu kemarin adalah peningkatan terbesar kasus COVID-19 dalam satu hari di Korea Selatan sejak awal Mei lalu. Muncul pula kekhawatiran mengenai menyebarnya wabah di kota metropolitan Seoul yang padat penduduk.
KCDC mengungkapkan 167 kasus baru tersebut berasal dari seputaran ibukota, tempat sekitar separuh dari 51 juta penduduk Korea Selatan menetap. Dari tracking asal usul penyebaran pandemi, gereja menjadi salah satu sumber penyebaran utama.
Dilansir dari Associated Press, lebih dari 300 pasien dikaitkan dengan sebuah gereja di utara Seoul. Gereja tersebut dipimpin oleh seorang pendeta konservatif yang kerap menjadi penggerak aksi unjuk rasa anti-pemerintah Presiden Moon Jae-in yang dianggap liberal. Aksi unjuk rasa terbaru dilakukan hari Sabtu lalu yang melibatkan ribuan demonstran meski sudah ada himbauan resmi agar mereka tinggal di rumah.
Seoul Gelar Fashion Show Lengkap dengan Atribut Masker
Sebelumnya, Pemerintah Korsel telah mengajukan tuntutan hukum kepada pendeta Jun Kwang-hun karena dituding mengganggu upaya pemerintah mengendalikan penyebaran COVID-19. Pendeta Kwang-hun secara sengaja memberikan informasi yang salah kepada para jemaatnya serta memprovokasi mereka untuk menolak menjalani tes covid.
Sejauh ini petugas kesehatan telah menguji 2.000 jemaat gereja dan berencana menguji 2.000 anggota gereja lainnya. (TON/*)