Perdagangan Lebih Terbuka untuk Mitigasi Dampak Pandemi COVID-19

Perdagangan Lebih Terbuka untuk Mitigasi Dampak Pandemi COVID-19
(Kebijakan Pemerintah India yang menghentikan beroperasinya beberapa pelabuhan besar berimbas pada kian sulitnya Indonesia mengimpor daging kerbau dari negara tersebut. Hal ini turut berperan pada mahalnya harga daging sapi yang akan disubtitusikan dengan daging kerbau. Foto : Ist)
Rolasnews.com – Pandemi COVID-19 memaksa negara-negara di dunia untuk menyesuaikan berbagai kebijakan yang dihasilkan, termasuk salah satunya adalah kebijakan perdagangan. Di Indonesia, kebijakan perdagangan lebih terbuka menjadi hal yang penting dilakukan sebagai bentuk mitigasi (mengurangi) dampak pandemi ini.

Demikian diungkapkan peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Felippa Ann Amanta. Ia mengatakan, seperti yang terjadi di banyak negara, pandemi COVID-19 sudah menyebabkan meningkatnya pelarangan ekspor untuk produk penting seperti pangan, pasokan medis dan masker. Sementara impor untuk produk-produk tersebut justru dipersulit dengan adanya penangguhan persyaratan sertifikasi.

Pelonggaran persyaratan lisensi untuk impor bawang bombay dan bawang putih mulai diberlakukan pada awal tahun ini menyusul meningkatnya harga akibat terbatasnya pasokan domestik.

Read More

“Pandemi menyebabkan pemerintah perlu mempertimbangkan kembali kebijakan perdagangan yang selama ini dijalankan. Perdagangan lebih terbuka perlu ditingkatkan untuk memastikan ketersediaan kebutuhan-kebutuhan penting, seperti masker, peralatan medis dan juga komoditas pangan. Hal itu penting untuk menjaga kestabilan harga dan mendukung mitigasi dampak pandemi,” jelas Felippa.

Ketersediaan komoditas pangan yang memadai sangat penting untuk menjaga kestabilan harga, terlebih menjelang Ramadan dan perayaan Idul Fitri di mana terjadi peningkatan permintaan.

Saat ini, beberapa negara sudah mulai membatasi ekspor untuk menjaga ketersediaan pasokan di dalam negeri. Misalnya saja Vietnam yang sudah menangguhkan kontrak baru untuk ekspor beras. Data BPS 2018 menunjukkan, Indonesia mengimpor 767.180 ton beras dari Vietnam atau setara dengan 34% dari total impor beras. Kebijakan penangguhan kontrak baru untuk ekspor tentu memengaruhi ketersediaan beras dan harganya di Indonesia.

Pemerintah India juga sudah menghentikan beberapa operasi di pelabuhan besar mereka. Indonesia sendiri mengimpor bawang dan daging sapi dari India, dan telah membuat kesepakatan untuk mengimpor 130.000 ton gula pada awal 2020 untuk memenuhi permintaan.

Impor gula dan daging kerbau dari India juga kini terhambat. Hal ini juga turut berkontribusi pada tingginya harga gula dan daging sapi (yang akan disubstitusikan dengan daging kerbau) di Indonesia.

Baca Juga : Pemerintah Kaji Stimulus Ekonomi bagi Sektor Riil untuk Atasi Dampak Pandemi

Felippa menambahkan, perdagangan adalah salah satu solusi yang dapat dilakukan untuk meminimalkan dampak resesi global akibat pandemi COVID-19. Untuk jangka pendek, perdagangan lebih terbuka akan membantu memastikan pasokan kebutuhan medis dan keamanan pangan.

Kebijakan proteksionis hanya akan menunda munculnya goncangan pada perekonomian. Membatasi ekspor hanya akan merugikan upaya global kita untuk mengatasi COVID-19. Penutupan ekspor berpotensi menyebabkan krisis pangan global karena kekurangan pasokan berkontribusi besar pada kenaikan harga pangan global.

“Sementara itu untuk jangka panjang, kita perlu memanfaatkan rantai nilai global (global supply chains) untuk mendorong pemulihan ekonomi yang lebih cepat. Secara global kita melihat pengangguran massal dan tingkat kemiskinan meningkat. Memastikan pertumbuhan ekonomi sangat penting, dan perdagangan akan mendorong hal tersebut,” tandasnya.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *