Rolasnews.com – Pandemi Corona mengacaubalaukan tradisi penduduk bumi memperingati hari besar keagamaan. Tak terkecuali 1,8 milyar umat Muslim di seluruh dunia yang bersiap-siap menyambut datangnya bulan suci Ramadhan.
Ramadhan tahun ini diwarnai dengan penyebaran wabah Virus Corona yang mengguncang dunia. Di tengah perdebatan mengenai kapan dan bagaimana mengatasi wabah ini, tetap beribadah puasa sebulan penuh sembari menjaga kesehatan menjadi tantangan baru bagi umat Muslim. Apalagi di banyak negara, pemerintah menerapkan kebijakan ketat dalam membatasi aktivitas masyarakatnya yang tentu berpengaruh terhadap kemampuan mereka mencari nafkah.
“Ramadhan tiba, namun orang-orang tak punya apa-apa untuk dimakan,” kata seorang buruh harian di Afghanistan, Hamayoon.
“Pemerintah mustinya memberi sedikit kelonggaran sehingga memungkinkan kami tetap bekerja. Setidaknya setengah hari agar kami tetap dapat mencari makan,” lanjutnya.
“Lockdown membuat banyak orang kehilangan pekerjaan. Padahal datangnya Ramadhan biasanya diikuti dengan kenaikan harga-harga bahan pokok. Ini yang jadi masalah,” keluh pemilik toko Noor Alam di Kabul, ibukota Afghanistan.
Di banyak tradisi negara-negara Muslim, Ramadhan merupakan bulan di mana keluarga dan kerabat sering berkumpul untuk berbuka bersama, pergi tarawih ke masjid dan menyedekahkan makanan untuk kaum dhuafa.
Akan tetap pandemi Corona memupus tradisi-tradisi tersebut.
Di Indonesia, misalnya. Negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia ini merasakan getirnya merayakan datangnya bulan suci dengan berbagai pembatasan. Pemerintah mulai memberlakukan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) demi mencegah penyebaran COVID-19 justru di minggu-minggu menjelang bulan Ramadhan. Pemberlakuan PSBB hingga tanggal 22 Mei mendatang membuat Ramadhan tahun ini tak sesemarak di tahun-tahun sebelumnya.
Baca Juga : Gubernur Khofifah Gelar Megengan Online dan Siapkan Berbagai Agenda Ramadhan Berbasis Daring
Sementara di Turki, pemerintahnya melarang adanya acara makan-makan bersama saat berbuka atau setelah sholat tarawih.
Di Albania, para pemuka agama Islam meminta umat lebih banyak menghabiskan waktu di rumah dengan mengajar agama pada anak-anak mereka.
Perdana Menteri Pakistan, Imran Khan, membujuk ulama-ulama di negara itu yang bersikeras menolak penutupan masjid meski ada peringatan dari Asosiasi Medis Pakistan bahwa ibadah yang melibatkan orang banyak dapat mempercepat penyebaran Virus Corona. Apalagi sistem perawatan kesehatan di negara Asia Selatan itu tergolong amat buruk.
Sedangkan di Mesir, Grand Mufti Shawki Allam, mengatakan setiap Muslim wajib menjalankan ibadah puasa. Namun pasien positif COVID-19 dapat diperkecualikan dari kewajiban ini. Pasien tersebut harus membayar hutang puasanya kala sudah sehat kembali.
Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, mendesak umat Muslim untuk “fokus pada musuh bersama, yakni Virus Corona”. Guterres juga meminta dilakukannya gencatan senjata atas semua konflik di dunia.