Rolasnews.com – Guna menyamakan persepsi terkait pengembangan desain klinik pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya (FP UB) mengadakan kegiatan Lokakarya yang digelar secara daring, Minggu (15/8).
Hadir sebagai pemateri, Rahkmad Hardiyanto (Ketua P4S BumiAji Sejahtera Kota Batu, Duta Petani Milenial 2021), Eko Yudi Sukrianto (Petani Kopi Dampit), Ir Novianto (Rijk Zwaan BV) dan pelaku klinik pertanian dari Balitsa (Ir. Tonny Koestoni Moekasan). Serta turut hadir pula Koordinator PKKM UB / Wakil Dekan 1 Fakultas Pertanian UB, Dr. Sujarwo , SP., MP.
Ketua Lokakarya, Prof.Ir. Arifin Noor Sugiharto , M.Sc.,Ph.D. mengatakan, kegiatan lokakarya tersebut merupakan langkah awal dari rangkaian kegiatan pembentukan klinik pertanian dan unit pengelolaan IPTEK di PS Agroekotektologi FP UB sebagai bagian dari pelaksanaan Program Kompetisi Kampus Merdeka (PKKM).
“Adapun output dari lokakarya ini nantinya akan digunakan sebagai dasar untuk menentukan konsep dan desain dari Unit Klinik Pertanian dalam rangka melayani dan memberi bantuan konsultasi serta pemecahan problem kegiatan usaha pertanian. Baik oleh teman-teman petani, industri, swasta dan para pemangku kepentingan lainnya,” jelas Arifin.
Sasaran berikutnya adalah agar klinik pertanian yang kelak terbentuk dapat digunakan sebagai wahana dan perangkat untuk mendorong capaian indikator kinerja utama (IKU) Universitas.
“Paling tidak IKU 2 yaitu mahasiswa mendapat pengalaman di luar kampus. IKU 3, dosen dapat berkegiatan di luar kampus. Dan IKU 5, hasil kerjanya dapat digunakan oleh masyarakat,” sebutnya.
Peserta yang mengikuti lokakarya kali ini sebanyak lebih dari 240 orang yang berasal tidak hanya dari provinsi Jatim saja tetapi juga dari berbagai provinsi. Jika dilihat berdasarkan profesi, mayoritas peserta adalah bapak ibu penyuluh pertanian dan sisanya adalah dosen, guru SMK serta para petani, mahasiswa dan pengusaha.
“Kami berharap dari para nara sumber ini akan tertangkap gambaran yang jelas terkait ide maupun gagasan yang diperlukan guna mendesain klinik pertanian yang ideal sehingga mampu meningkatkan peran UB dalam mendayagunakan hasil pengembangan iptek dan pendidikan untuk membangun sektor pertanian,” tandasnya.
Senada, Dekan FP UB, Dr.Ir. Damanhuri, MS yang membuka acara Lokakarya tersebut berharap supaya klinik pertanian yang dibentuk tersebut bisa bermanfaat bagi pengembangan ilmu di pertanian, bagi masyarakat dan bagi dunia.
“Kami berharap dalam acara lokakarya ini nantinya akan banyak masukan-masukan yang disampaikan sehingga bisa memberikan penyempurnaan dalam rangka membangun klinik pertanian di FP UB,” tuturnya.
Baca Juga :
Atasi Masalah Pertanian, Mahasiswa UB Kenalkan Konsep Perkebunan Futuristik STRATO
Sementara itu salah satu nara sumber, Rahkmad Hardiyanto mengapresiasi rencana pengembangan klinik pertanian FP UB. Ia berharap nantinya klinik berbasis pertanian itu mampu memberikan solusi terhadap permasalahan pertanian yang terjadi termasuk problem yang kerap dihadapi para petani.
Terlebih menurutnya, saat ini nilai tukar petani masih sangat rendah. Sebab petani sendiri belum mengerti bagaimana meningkatkan nilai tambah setiap proses produksi. Apalagi kalau petani dihadapkan pada komoditas pertanian yang nilai rupiahnya fluktuasi.
“Kalau seperti kami sudah tahu harga pasarnya berapa, karena saya selalu bicara HPP saya sekian. Sedangkan petani kebanyakan untuk menentukan harga dasar saja masih sulit karena keterbatasan informasi,” ucapnya.
Sebab itu diharapkan klinik pertanian bisa memiliki semacam dasboard untuk petani mengerti tentang harga dasar HPP itu sekian, karena ada cost operasional sekian. Sehingga petani pun akhirnya mulai bicara tentang literasi pertanian lewat klinik tersebut.
“Termasuk juga bagaimana nantinya di klinik pertanian itu ada semacam tutorial tentang good agricultural practice. Petani harus dilibatkan dalam proses penyusunan itu karena bagaimanapun juga petanilah yang berada di lapangan,” ujarnya.
Dan yang tidak kalah penting adalah literasi ekonomi pertanian.
“Kami mengharapkan nantinya klinik pertanian juga bisa memberikan literasi ekonomi pertanian kepada para petani,” tandasnya.
Lebih lanjut peneliti utama Balitsa, Ir. Tonny Koestoni Moekasan, menyampaikan banyak masalah-masalah unik yang sering ditemukan selama pelayanan dan pengelolaan klinik pertanian semenjak 2015. Namun poin yang digarisbawahi adalah, bagaimanapun layanan klinik tersebut itu dapat diberikan, dengan layanan yang sifatnya simple, mudah dan murah, misalnya dengan aplikasi berbasis android, seperti WhatsApp.
“Penyampaian momen interaktif masih menjadi pilihan yang diinginkan baik dari sisi pengelola maupun sisi masyarakat pengguna,” pungkasnya. (ANC)