Rolasnews.com – Dua aktivis hak-hak perempuan Saudi telah dibebaskan dari penjara. Para aktivis perempuan Saudi tersebut berjuang secara damai mengadvokasi kebebasan dan hak-hak yang lebih luas bagi kaum hawa di kerajaan.
Dilansir abc news, kelompok hak asasi Minggu (27/6), mengatakan mereka dibebaskan setelah tiga tahun dihukum akibat tindakan keras Putra Mahkota Mohammed Bin Salman (MBS) yang menargetkan aktivis perempuan.
Kelompok hak asasi ALQST yang berbasis di London terutama berfokus pada Arab Saudi mengatakan kedua wanita itu, Samar Badawi dan Nassima Al Sada, dibebaskan sekitar Sabtu malam atau Minggu pagi.
BREAKING: prominent #Saudi women human rights defenders Samar Badawi and Nassima al-Sadah have been released following the expiry of the sentences against them. pic.twitter.com/m1qEPLvpuH
— ALQST for Human Rights (@ALQST_En) June 27, 2021
Human Rights Watch juga telah mengkonfirmasi pembebasan mereka.
Para aktivis perempuan Saudi itu dijatuhi hukuman lima tahun penjara, dua diantaranya ditangguhkan.
Mereka telah menjadi kritikus vokal terhadap undang-undang perwalian Arab Saudi yang memberi wewenang pada suami, ayah atau saudara laki-laki atas keputusan besar, termasuk ijin untuk mendapatkan paspor dan perjalanan. Mereka juga telah mengadvokasi hak perempuan untuk diperbolehkan mengemudi, memilih, dan mencalonkan diri dalam pemilu lokal.
Associated Press melaporkan kedua wanita itu tetap dilarang bepergian ke luar negeri selama lima tahun sebagai bagian dari pembebasan bersyarat mereka.
Seperti halnya aktivis hak-hak perempuan Saudi lainnya yang dibebaskan dari penjara, kelompok-kelompok hak asasi mengatakan kedua perempuan itu kemungkinan menghadapi larangan berbicara kepada media dan memposting secara online tentang kasus mereka.
Sebagian besar wanita yang ditahan ditangkap pada Mei 2018. Tetapi Badawi dan Al Sada ditahan beberapa minggu kemudian pada bulan Juli di tahun yang sama.
Selama proses persidangan, hampir selusin wanita mengatakan kepada hakim Saudi bahwa mereka dicambuk di punggung dan paha mereka, disetrum oleh pria bertopeng selama interogasi. Beberapa wanita mengatakan mereka disentuh dan diraba-raba secara paksa, dan diancam akan diperkosa dan dibunuh. Bahkan salah satu wanita mencoba bunuh diri di penjara.
Pemerintah Saudi belum mengomentari atau mempublikasikan tuduhan mereka. Tidak jelas apakah Badawi dan Al Sada dinyatakan bersalah atau tidak.
Beberapa pihak yang mengetahui tentang kasus mereka mengatakan mereka didakwa berdasarkan undang-undang kejahatan dunia maya dan dinyatakan bersalah mengganggu ketertiban umum karena berkomunikasi dengan jurnalis dan organisasi asing.
Badawi adalah aktivis hak asasi manusia yang berbasis di Jeddah yang terkenal ketika mengajukan petisi ke pengadilan Saudi untuk menghapus ayahnya sebagai wali sahnya dengan alasan sang ayah melarangnya menikahi calon pelamar.
Ia juga berjuang berbicara membela saudara laki-lakinya Raif Badawi yang menjalani 10 tahun penjara karena postingan kritisnya di internet terhadap pendirian agama yang ultrakonservatif. Ia dicambuk di depan umum pada tahun 2015.
Sedangkan Al Sada adalah seorang aktivis hak-hak perempuan terkemuka dari provinsi Timur, sebuah daerah yang banyak dihuni oleh minoritas Muslim Syiah di kerajaan itu. Ia juga blak-blakan dalam membela hak-hak yang lebih besar bagi kaum Syiah.
Amnesty Internasional mengatakan Al Sada telah ditahan di sel isolasi selama satu tahun, dan tidak diizinkan untuk melihat anak-anaknya atau pengacarannya selama berbulan-bulan.
Baca Juga :
Secara Fisik dan Ekonomi, Kaum Hawa Paling Terdampak Pandemi
Penangkapan para aktivis perempuan tersebut, beberapa diantaranya adalah ibu, nenek, dan profesor perguruan tinggi terkenal, mengejutkan banyak orang karena terjadi pada saat yang sama dengan kerajaan mencabut larangan wanita untuk mengemudi pada Juni 2018.
Beberapa bulan kemudian, Putra Mahkota MBS menghadapi kritik internasional yang meluas atas pembunuhan kolumnis Washington Post, Jamal Khasogi, di Konsulat Saudi di Istambul Turki dalam operasi yang direncanakan oleh dua pembantu utama sang pangeran.
Meskipun tidak ada yang dinyatakan bersalah oleh pengadilan Saudi, sebelas pria menghadapi persidangan di Arab Saudi atas pembunuhan tersebut. Kerajaan menyatakan bahwa putra mahkota tidak tahu menahu tentang operasi itu, meskipun temuan intelijen AS mengindikasikan keterlibatannya.
Aktivis perempuan lain Maya ‘a al Zahrani juga dihukum pada bulan Desember oleh pengadilan kontra-terorisme sama seperti aktivis Loujan al Hathloul. Tidak jelas apakah Al Zahrani telah dibebaskan dari penjara atau belum.
Al Hathloul dibebaskan dari penjara pada Februari setelah menjalani hampir tiga tahun penahanan. Ia dihukum atas tuduhan yang terkait dengan aktivismenya seperti pengahasut perubahan, berkomunikasi dengan diplomat dan media asing, serta menggunakan internet untuk merusak ketertiban umum.
Sementara itu, beberpa pria Saudi yang juga ikut mendukung kampanye hak-hak perempuan sampai saat ini juga masih ditahan. (AZP)