Rolasnews.com – Gagal jantung atau kondisi ketika jantung tak lagi mampu menyalurkan darah yang cukup untuk tubuh, bisa menyerang siapa saja. Termasuk olahragawan yang semestinya menjalani gaya hidup sehat seperti pesepakbola. Itu pula yang baru-baru ini terjadi di momen Euro 2020.
“Ia sudah pergi (meninggal dunia, Red),” begitulah Morten Boesen (dokter timnas Denmark) mengungkapkan momen horor saat Christian Eriksen terkapar di tengah lapangan saat laga Euro 2020 antara Denmark melawan Finlandia (13/6).
Detak jantung Eriksen terhenti. Boesen bahkan berpikir momen mengerikan dalam histori Euro itu tinggal sedikit lagi terjadi.
“Kami mendapatkannya (detak jantung Eriksen) lagi setelah satu kali defib (defibrilasi),” tutur Boesen.
Momen yang sudah cukup bikin merinding ini sekaligus memunculkan tanda tanya besar di dalam pikiran kita sebagai orang awam. Kok bisa ya pesepakbola top seperti Eriksen yang selalu terkontrol kesehatannya mengalami henti jantung atau gagal jantung.
Faktanya, menurut sebuah studi lebih banyak pesepakbola yang mengalami masalah pada jantungnya. Usianya juga tak pandang bulu. Lihat saat gelandang Olympique Lyon Marc-Vivien Foe meninggal karena serangan jantung di usia 28 tahun, 26 Juni 2003 lalu.
Atau mantan bek timnas Inggris dan pelatih tim U-23 Tottenham Hotspur Ugo Ehiogu yang menghembuskan nafasnya di tepi lapangan saat memimpin latihan karena serangan jantung pada usia 44 tahun, 21 April 2017.
Sama seperti Eriksen yang masih mampu terselamatkan nyawanya setelah henti jantung, gelandang Bolton Wanderers Fabrice Muamba pun selamat dari serangan tersebut. Tapi mengapa serangan jantung pada atlet khususnya pesepakbola bisa terjadi?
Serangan jantung mendadak pada atlet muda sebagian disebabkan beberapa faktor, yang paling umum di antaranya:
1. Kardiopati hipertrofik (HCM)
Faktor ini adalah suatu kondisi bawaan ketika dinding otot jantung menebal. Otot yang menebal ini kemudian dapat mempengaruhi sistem kelistrikan pada jantung.
Sehingga, halitu menyebabkan detak jantung yang cepat ataupun tidak teratur (aritmia). Itu yang kemudian dapat menyebabkan kematian mendadak;
2. Kelainan arteri koroner
Terkadang, orang dilahirkan dengan kondisi arteri koroner yang sudah terhubung secara tidak normal. Dengan kondisi seperti ini, arteri ini kemudian jadi terkompresi selama sesi latihan dan tidak memberikan suplai darah yang tepat ke otot jantung.
Jika sudah dalam kondisi seperti ini, maka kematian mendadak pun rentan terjadi.
3. Penyakit jantung bawaan yang tidak terdeteksi
Faktor ini lebih karena faktor genetik, bawaan, atau keturunan dari garis keluarga. Seperti yang terungkap di dalam sebuah studi di Inggris kepada 11 ribu pesepakbola muda..
Setelah menjalani rekam listrik jantung alias EKG dan pemindaian ultrasound jantung (ekokardiogram), 42 orang di antaranya punya penyakit jantung yang bisa menyebabkan serangan jantung dadakan. Dan, karena bawaan lahir, penyakit itu pun tidak menunjukkan gejala apapun sebelun dites.
Baca Juga :
Nggowes Cegah Kanker dan Serangan Jantung
4. Kebiasaan minum air dingin setelah olahraga
Saat beraktivitas, terutama berolahraga, detak jantung kita pasti berdetak lebih kencang ketimbang ketika tidak melakukan aktivitas apapun di rumah. Karena kondisi jantung masih “panas” yang diguyur dengan air dingin, maka itu bisa menyebabkan refleks kardiovaskular.
Meski kasusnya tak sebanyak tiga faktor sebelumnya. Seperti kasus kematian Ludwin Florez Nole, pesepakbola klub lokal Peru, Los Rangers, dua tahun lalu.
5. Efek dari paparan COVID-19
Jantung termasuk salah satu organ vital tubuh manusia yang diserang virus COVID-19. Terutama infeksi COVID-19 subklinis. Jika sudah pernah positif terpapar virus corona, maka ada kemungkinan mengakibatkan jaringan parut pada jantung.
Riset menunjukkan, 78 persen pasien COVID-19 yang berusia muda, hampir sekitar 78 persen yang sembuh menunjukkan tanda-tanda komplikasi atau kerusakan jantung! Meski, untuk soal ini klub Eriksen Inter Milan membantah pemainnya terpapar Covid-19. (YMP)