Rolasnews.com – Salah satu diskusi yang menarik dalam WA Group IKA Rholaz saat ini adalah mengenai pembuatan KTA (Kartu Tanda Anggota). Sebenarnya diskusi ini bukan hanya marak diperbincangkan di grup induk/grup besar IKA Rholaz, tapi di grup masing-masing angkatan pun sejak program KTA ini disosialisaikan maka ramai pula perbincangan mengenai hal tersebut.
Semua serba pro kotra, mengenai perlu atau tidak pembuatan KTA. Demikian juga diskusi tentang apa manfaat yang didapat dari memiliki KTA ini. Apakah kalau tidak memiliki kartu tersebut maka kelulusannya dari SMPN 12 Surabaya diragukan?
Salah satu yang mengerucut yaitu pertanyaan kritis, apa keuntungannya kalau mendapatkan kartu ini. Apa yang didapatkan dari membayar sejumlah Rp. 55.000 itu? Kenapa harganya harus sekian? Bagaimana perhitungannya?
Sebagai salah seorang alumni yang penasaran dengan banyak hal tersebut, saya mencoba menggali informasi secara pribadi pada dua pengurus IKA Rholaz yang menurut saya berkompeten untuk menjawab hal di atas.
Yang pertama saya mencoba menggali informasi secara langsung pada Mas Arry Pribawanto selaku ketua umum IKA Rholaz. Pria yang akrab disapa Bhogenk ini dengan lugas dan terbuka menjawab pertanyaan saya dengan sesekali menggunakan bahasa Suroboyoan.
“Yang namanya KTA adalah kartu anggota. Wis iku tok jane,” demikian jawab Mas Arry, panggilan saya padanya.
Ia menjelaskan bahwa yang namanya kartu anggota itu sesuatu hal yang semestinya wajib, menyerupai kartu-kartu keanggotaan sebuah organisasi pada umumnya.
Pria alumni tahun 1985 ini mencontohkan seorang warga NU akan dianggap valid keanggotaannya kalau punya KARTANU, demikian juga untuk organisasi Muhammadiyah.
Bahkan KTA ini ibarat seorang warga Indonesia yang memiliki KTP.
“Atau keberadaan kita saat masih sekolah dulu kan memiliki kartu pelajar,” lanjutnya.
Mas Arry juga menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan keanggotaan valid yaitu dalam urusan keorganisasian, KTA akan akan menjadi syarat yang harus dimiliki bila mengikuti kegiatan formal seperti konggres, MUNAS dan sejenisnya.
“Bagaimana pun juga IKA Rholaz merupakan organisasi ikatan bukan komunitas bawah tanah. KTA ini alat organisasi dalam mengidentifikasi anggota,” tambah Mas Arry.
Tapi Mas Arry buru-buru pun mengklarifikasi bahwa bagaimana pun juga ia masih belum berani memberi label bahwa KTA ini suatu barang yang wajib.
“Jangan sampai ada yang beranggapan Nek ga nduwe KTA nanti diragukan statusnya sebagai alumni smp rolasnya. Wah iso ajur awakku, Okky…” selorohnya.
Saya pun juga mencoba konfirmasi mengenai KTA ini pada Mas Novis, alumni tahun 1993. Pada pria pendiam ini saya lebih menggali informasi secara teknis, khususnya mengenai hal yang menjadi kontroversi. Apalagi kalau bukan masalah keuangan.
Salah satu yang sering jadi pertanyaan yaitu mengapa harga KTA bisa Rp. 55.000? Apakah tidak terlalu mahal? Demikian yang sering menjadi pertanyaan beberapa alumni.
Tanpa basa-basi saya pun ganti menghubungi Mas Novis untuk klarifikasi, apakah biaya KTA sejumlah Rp. 55 ribu itu termasuk mahal atau murah sih.
Di sela kesibukan aktivitasnya, Mas Novis coba menjelaskan.
“Begini mas Okky, harga produksi yang dipatok oleh BNI per kartu sebesar Rp.33 ribu dan itu belum termasuk biaya PPN loh…” ujar pengelola situs resmi alumni SMPN 12 lintas angkatan, ikarholaz.com.
“Saat itu kami di pengurus sedang kejar tayang untuk launching program Ika Rholaz Carnival 2020 (IC 2020) yang digelar pada 12 Desember 2020. Nah sekalian moment itu pas digunakan untuk launching program KTA. Jadi gak mikir panjang wis, ditetapkan saja Rp. 55 ribu. Kami gak mikir hitungan bisnis lagi,” terangnya..
Mas Novis mencoba menguraikan bahwa lazimnya harga end user itu dua kali lipat dari harga produksi. Jadi kalau harga produksinya sebesar Rp. 33 ribu, mestinya harga KTA ya jatuhnya sebesar Rp. 66 ribu.
“Harga dua kali lipat dari produksi itu lumrah dan sudah menjadi teori pasar dalam menetapkan harga. Karena akan ada lapis harga untuk agen dan sales,” pengurus yang berkompeten dalam urusan IT ini menambahkan.
Banyak Manfaat dan Keuntungan Punya KTA IKA RHOLAZ, Lho…
Kalau dipikir dan dipertimbangkan, apa yang disampaikan oleh Mas Arry Bhogenk ada benarnya juga. Supaya keanggotaan alumni bisa rapi dan teratur, maka diperlukan suatu Kartu Tanda Anggota (KTA), termasuk untuk organisasi IKA Rholaz ini.
Sementara mengenai harga yang dirasa terlalu mahal, Mas Novis sudah mencoba terbuka dengan menunjukkan biaya produksi pembuatan KTA ini.
Lalu kalau ada tuntutan supaya ada transparan biaya keseluruhan pembuatan KTA, ijinkan saya menganalogikan dengan orang jual nasi kotak.
Misalnya ada teman kita yang mempromosikan pesanan nasi kotak seharga Rp. 55 ribu, apakah kita akan minta dijelaskan secara detail rincian harganya. Uang sejumlah itu berapa untuk beli bumbu, beli beras, beli sayur dan beli ayam serta beli kotak pembungkusnya. Lalu berapa keuntungan yang diambil oleh teman kita itu. Bukankah kita tinggal manut saja dengan harga yang dipatok, soal harga tentu sudah dipertimbangkan menyesuaikan dengan isinya. Bukankah yang boleh bertanya mengenai rincian harga itu adalah pemodal pada pelaku bisnisnya. Kita sebagai konsumen tinggal bayar dan menikmati manfaatnya.
Kalau dikembalikan pada pertanyaan, apakah harga Rp. 55 ribu itu mahal. Kita ini merupakan sebuah keluarga besar, bukankah lebih baik saling mempercayai. Sebagai alumni SMPN 12, alangkah indahnya bila kita mempunyai “rasa memiliki”.
Jadi tanpa perlu perdebatan panjang mahal atau tidak dan apa keuntungannya, betapa lebih baik kita ikhlas untuk mendaftarkan diri dengan niatan, “karena saya adalah bagian dari IKA Rholaz dan saya mau organisasi ini lebih baik lagi ke depannya”.
Salam dari saya Okky Rahardjo, alumni SMPN 12 Surabaya lulusan 1998. (*)