Walau Penangkapan Ikan Turun di Masa Pandemi, Spesies Langka Tetap dalam Bahaya Punah

Walau Penangkapan Ikan Turun di Masa Pandemi, Spesies Langka Tetap dalam Bahaya Punah
(Burung camar beterbangan di atas kapal penangkap ikan di perairan Laut Aegean Utara, Turki. Pandemi Corona membuat perburuan ikan komersil mengalami perlambatan sehingga diharapkan dapat membawa angin segar pada pemulihan ekosistem laut, khususnya pada spesies-spesies yang terancam punah. Foto : Umit Bektas/REUTERS)
Rolasnews.com – Penangkapan ikan komersial secara besar-besaran memang menunjukkan trend penurunan sejak awal pandemi Corona. Akan tetapi para ilmuwan dan pakar konservasi tak yakin trend penurunan tersebut akan membantu pulihnya beberapa spesies laut yang terancam punah.

Salah satu spesies laut yang terancam lenyap selamanya dari muka bumi adalah Paus Right (Paus Sikat) di Samudera Atlantik Utara. Saat ini, paus yang paling terancam punah itu jumlahnya diperkirakan tak lebih dari 400 ekor.

Di awal pandemi, Paus Right memang terbebas dari perburuan manusia karena kebijakan lockdown yang diterapkan banyak negara membuat kegiatan melaut nelayan di seluruh dunia berkurang. Hanya saja ketika kebijakan pembatasan dilonggarkan dan aktivitas mencari nafkah berangsur normal, termasuk melaut, muncul kecemasan perburuan ikan untuk tujuan komersial akan membuat spesies langka seperti Paus Right kembali dalam bahaya kepunahan.

Read More

Berkurangnya aktivitas penangkapan ikan tak hanya menyelamatkan sementara Paus Right, tetapi juga membuat stok ikan di lautan Mediterania bertambah. Laut Mediterania merupakan habitat tuna sirip biru Atlantik yang keberlangsungan populasinya terancam karena terus mengalami penangkapan berlebihan. Masih banyak lagi sebenarnya spesies langka di laut yang di ambang kepunahan akibat tangkapan tak sengaja atau yang biasa disebut bycatch.

Paus Right Terdampar di Teluk St. Lawrence, Kanada
(Ilmuwan melakukan nekropsi (autopsi) pada Paus Right Atlantik Utara yang mati di Teluk St. Lawrence, Kanada. Akibat perburuan besar-besaran, Paus yang panjangnya bisa mencapai 15 meter dan berbobot 70 ton ini jumlahnya tinggal 400 ekor, menjadikannya termasuk spesies yang diambang kepunahan. Foto : Nick Hawkins/Oceana)

Meski demikian, terlalu dini untuk bernafas lega dengan jedanya kegiatan penangkapan ikan akibat pandemi, kata David Kroodsma, direktur penelitian dan inovasi organisasi nirlaba Global Fishing Watch.

Menurutnya, ketergantungan pada mata pencaharian serta permintaan pasokan makanan dari laut yang terus meningkat, menimbulkan konsekuensi manusia akan mengeksploitasi apa pun manfaat yang bisa diambil dari kehidupan di laut.

Berdasarkan data Global Fishing Watch, dari tanggal 11 Maret hingga 17 April 2020, nelayan di seluruh dunia beroperasi sekitar 6,8 juta jam di laut atau turun rata-rata 700.000 jam dibandingkan dua tahun sebelumnya.

FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian) PBB mengungkapkan fakta bahwa pandemi Corona membawa “perubahan permintaan konsumen, kendala akses pasar serta masalah logistik”. Keadaan ini membuat penangkapan ikan komersil menjadi sulit.

Pelabuhan-pelabuhan nelayan di negara-negara Eropa yang paling parah terhantam pandemi seperti Italia, Spanyol dan Perancis, tak sesibuk biasanya.

“Penangkapan ikan di negara-negara itu turun 50 hingga 70 persen,” kata Kroodsma.

Menurunnya aktivitas melaut ini karena adanya kekhawatiran penyebaran virus di kapal dan juga karena anjloknya permintaan seafood di seluruh dunia. Sebagai contoh di Amerika Serikat.

Menurut sebuah penelitian yang dipublikasikan di edisi Juni Jurnal Nutrients, dua pertiga makanan hasil tangkapan laut yang beredar di AS dipasok ke restoran-restoran. Sementara di masa pandemi ribuan restoran terpaksa tutup imbas dari pemberlakuan kebijakan ketat pembatasan sosial demi mencegah penyebaran Virus Corona.

Penyortiran Ikan di Portland, Maine, AS
(Penyortiran ikan pollack (ikan berwarna hijau kecoklatan dengan rahang bawah menonjol) dari Samudera Atlantik di pelabuhan kapal ikan di Portland, Maine, AS. Foto : Robert F. Bukaty/AP Photo)

Ujung-ujungnya nelayan pun menjadi korban karena ikan yang mereka bawa ke dermaga berkurang banyak. Catatan statistik federal AS, tangkapan ikan hering Atlantik akhir Mei lalu turun lebih dari seperlima atau hampir 1,4 juta kilogram. Ikan hering sendiri merupakan spesies utama karena dikonsumsi manusia sekaligus dimanfaatkan sebagai umpan untuk jenis habitat laut lainnya yang secara ekonomis lebih menguntungkan seperti lobster.

Meski demikian, keadaan ini tak berarti populasi ikan berangsur normal, kata Gavin Gibbons, dari National Fisheries Institute. Ia mengatakan industri perikanan di AS diatur oleh badan khusus NOAA (National Oceanic and Atsmospheric Administration). Sedangkan rencana untuk membantu pemulihan sejumlah spesies ikan bisa sangat teknis dan membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk diterapkan.

“Ini jauh lebih rumit daripada sekedar berhenti menangkap ikan dan membiarkan mereka pulih kembali,” ujar Gibbons.

Program Pengentasan Kemiskinan Berefek Signifikan pada Penurunan Laju Deforestasi

Akan tetapi di beberapa wilayah lain, menurunnya aktivitas penangkapan ikan diharapkan akan membantu pulihnya ekosistem laut. Di negara kepulauan Madagaskar, misalnya. Overfishing yang diperparah perubahan iklim, sangat serius mengancam kelangsungan terumbu karang di wilayah tersebut.

“Kami selalu cemas dengan orang-orang yang menggunakan peralatan tangkap ilegal dan tidak menggubris aturan tentang ukuran tangkapan ikan dan berbagai regulasi lainnya,” kata pemerhati konservasi lautan, Ranaivoson.

Industri Ikan di Maladewa
(Mengingat berkurangnya hasil tangkapan ikan nelayan lokal, Pemerintah Maladewa untuk sementara menghentikan ekspor ikan ke Eropa. Foto : The Edition)

Bersama timnya, ia menambahkan, mereka telah bekerja sama dengan masyarakat setempat untuk mencoba menerapkan praktik penangkapan ikan yang lebih berkelanjutan.

Sayangnya, pandemi juga berdampak serius bagi sektor industri perikanan, yang menjadi bagian penting dari perputaran ekonomi, di Madagaskar. Banyak hotel dan restoran bagi para turis yang kini memangkas anggaran untuk belanja seafood. Hal ini kemudian membuat harganya melorot tajam.

“Harga ikan turun 50-70%,” lanjut Ranaivoson.

Hanya saja warga tetap butuh menafkahi diri mereka. Sehingga jatuhnya harga hasil tangkapan laut tak serta merta menghentikan orang berburu ikan.

“Di beberapa wilayah, orang-orang yang menetap di sana memang takut keluar karena virus. Tetapi kadang-kadang orang dari luar justru datang ke wilayah itu untuk mencari ikan. Dan mereka biasanya tak begitu peduli dengan keberlangsungan sektor perikanan di wilayah tersebut dalam jangka panjang,” tuturnya.

Hasil Tangkapan Ikan Nelayan Indonesia Menumpuk
(Sektor perikanan Indonesia pun tak luput dari dampak pandemi. Hal ini terlihat dari hasil tangkapan nelayan yang menumpuk karena permintaan akan makanan laut merosot akibat banyaknya restoran yang tutup. Foto : Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia)

Masih butuh waktu untuk melihat apa yang akan terjadi sebagai akibat dari penurunan aktivitas penangkapan ikan. Namun menarik untuk dicermati apa yang dikatakan Jake Bleich dari kelompok konservasi Defenders of Wildlife.

“Saat ini kita memang melihat laut yang lebih bersih, lebih sedikit jaring yang ditebar serta kapal-kapal yang lalu lalang. Entah apa yang terjadi selanjutnya ketika roda ekonomi kembali berputar (paska pandemi, red),” ujarnya. (TON/Berbagai Sumber)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *