Rolasnews.com – Kasus COVID-19 di Indonesia yang terus melonjak, bahkan angkas sudah menembus 20.000 per hari, dikhawatirkan akan berimbas pada kelangkaan tabung oksigen. Karena lonjakan kasus gelombang kedua ini berbeda dengan gelombang pertama dimana banyak pasien memerlukan tabung oksigen.
Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) memperkirakan di tengah lonjakan kasus COVID-19 stok tabung oksigen yang dibutuhkan setidaknya empat kali dari kondisi biasanya.
Kementerian Kesehatan dan Kementerian Perindustrian menjamin bakal memenuhi kebutuhan tabung oksigen. Namun hampir mirip dengan gelombang kedua di India, kelangkaan tabung oksigen mulai dilaporkan dari beberapa daerah seperti rumah sakit di Jawa Tengah dan Jakarta meskipun pada akhirnya berhasil diatasi dan ditangani.
Beredar kabar hal ini dikarenakan keterlambatan distribusi dari para produsen tabung oksigen.
Para praktisi kesehatan menganggap penanganan pasien COVID-19 di lapangan mungkin kurang tepat karena kebanyakan pasien yang datang ke rumah sakit justru sudah dalam kondisi yang berat dengan saturasi yang relatif rendah. Lonjakan pasien dan kondisi saturasi yang memburuk inilah yang juga menjadi salah satu penyebab tingginya kebutuhan tabungan oksigen di rumah sakit.
Melansir BBC News (26/6), menurut Sekertaris Jenderal PERSI Lia Gardenia, kebutuhan oksigen sesungguhnya masih bisa dipenuhi produsen. Hanya saja dalam beberapa kasus di wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta terdapat hambatan pada proses distribusi meski sekarang telah teratasi.
Lia juga mengaku jika isu tentang tabung oksigen pada awalnya tidak masuk dalam langkah antisipasi penanganan COVID-19 gelombang kedua ini. Sehingga ketika ada lonjakan kasus dan tingginya kebutuhan oksigen sejumlah rumah sakit tidak bisa menyiapkan dalam waktu cepat.
“Oksigen memang belum fokus (saat perencanaan mitigasinya) waktu itu yang dipikir tiga bulan itu persediaan obat dan APD, itu memang sudah disiapkan. Tapi yang kebutuhan oksigen itu karena kami anggap stok di dalam negeri sebenarnya cukup, mungkin tidak terpikir yang bermasalah itu di distribusinya,”ungkapnya
Tren pasien COVID-19 pada lonjakan kali ini pun berbeda. Jika sebelumnya 70-80 persen pasien tidak mebutuhkan oksigen, justru pada periode gelombang dua ini sebagian besar pasien memerlukannya.
Sementara itu, Kementerian Kesehatan menjamin akan memenuhi ketersediaan stok oksigen maupun tabung oksigen medis.
Siti Nadia Tarmizi, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Vektor dan Zoonotik Kementerian Kesehatan menyatakan persediaan oksigen masih dua hingga tiga kali lipat dari produksi saat ini, namun tidak menyebutkan angka pastinya.
“Dengan posisi sekarang, kapasitas industri oksigen nasional itu baru terpakai 20-30 persen. Tapi yang kapasitas industri menggunakan nitrogen dan banyak gas-gas lainnya juga itu bisa dikonversi jadi oksigen kalau memang nantinya kita membutuhkan,” ungkap Nadia pada BBC News.
Senada dengan Kementerian Kesehatan, laman resmi Kementerian Perindustrian menyatakan bahwa pemerintah telah berkoordinasi dengan gas industri Indonesia (AGII) dan pelaku industri guna menyiapkan ketersediaan oksigen beserta tabungnya.
Rencananya akan ada pasokan tambahan tabung oksigen pada bulan Juli mendatang.
Baca Juga :
Hong Kong Larang Penerbangan Dari Indonesia
Sekalipun dianggap aman dan mencukupi, warga dihimbau agar tidak membeli tabung oksigen baik hanya untuk sekedar berjaga-jaga atau menimbun demi keuntungan pribadi.
Selain menghindari kelangkaan tabung oksigen dan kekacauan, terapi oksigen bagi pasien COVID-19 harus dilakukan di bawah pengawasan dokter.
Belajar dari kasus India, mengenai kelangkaan ini, Polri melalui Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono pun siap mengecek kembali ketersediaan di lapangan. Ini untuk mengantisipasi terjadinya penimbunan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
“Nanti kami lihat apakah karena banyak yang pakai dibandingkan dengan stok,” kata Argo dilansir Antara (28/06).
Menurut para pakar, masalah kelangkaan tabung oksigen ini sebenarnya tidak hanya bisa diatasi dengan ketersediaan stok saja. Pertolongan pada pasien lebih awal saat kondisi saturasinya masih baik, justru dapat mengurangi pasien bergejala berat sehingga lebih banyak yang bisa ditolong.
Selain itu, pemerintah juga harus segera bergerak cepat mengatasi over kapasitas di hampir semua rumah sakit di kota-kota besar. Karena bagaimana pun juga kita berkejaran dengan waktu dan kecepatan penularan kasus.
Dikhawatirkan penyebaran varian Delta yang terlalu cepat bukan hanya memperburuk kondisi pasien tetapi juga memicu kelelahan para tenaga medis.
Pembatasan berskala besar dan ketat juga lebih diperlukan seperti halnya di negara-negara tetangga yang berani memberlakukan lockdown guna memutus mata rantai penularan.
Mari saling menjaga sesama dengan mentaati protokol kesehatan dan menerapkan 6 M, memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan, menjauhi kerumunan, membatasi mobilitas, dan menghindari makan bersama! (AZP)