172 Negara Bahas Inisiatif Vaksin COVID-19 WHO

172 Negara Bahas Inisiatif Vaksin COVID-19 WHO
(Seorang peneliti China menguji sampel vaksin COVID-19 di SinoPharm di Beijing beberapa waktu lalu. Foto : AP Photo)
Rolasnews.com – Sebanyak 172 negara saat ini turut berpartisipasi membahas insiatif Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk memberikan akses vaksin COVID-19 ke seluruh dunia. WHO mendesak negara-negara tersebut untuk menegaskan komitmen mereka pada akhir Agustus ini.

Dalam pernyataan resminya hari Senin (24/8), WHO mengungkapkan tengah berunding dengan 172 negara untuk bergabung dalam inisiatif Fasilitas COVAX yang bertujuan memproduksi dan memberikan akses global yang adil ke vaksin COVID-19 setelah dikembangkan.

Di kesempatan tersebut, Sekjen WHO, Tedros Adhanom Ghebreysus, mengatakan bahwa COVAX adalah mekanisme penting untuk mengembangkan vaksin. Hal ini karena COVAX mengumpulkan seluruh kandidat vaksin dan memberikan akses ke semua negara donor.

Read More

Tedros menambahkan, fasilitas tersebut memiliki portofolio vaksin COVID-19 terbesar dan paling beragam di dunia. Di antaranya adalah sembilan kandidat utama vaksin dan sembilan lainnya yang sedang dievaluasi. Juga ada pembicaraan dengan empat pabrikan lagi untuk bergabung dengan fasilitas COVAX.

“Ini untuk kepentingan semua negara. Tak terkecuali dengan mereka yang telah berinvestasi langsung dengan pabrikan secara independen,” ujar Tedros.

“Kami bekerja dengan produsen vaksin untuk menyediakan ke semua negara yang terlibat dalam upaya ini. Termasuk kses yang tepat waktu, adil ke semua vaksin, berlinsensi dan diakui,” imbuhnya.

Dilansir UPI, sekitar 80 negara yang membiayai sendiri pengembangan vaksinnya dan 92 negara berpenghasilan rendah-menengah telah mengajukan minat tanpa syarat untuk COVAX. Menurut WHO, ke-172 negara itu mewakili lebih dari 70% populasi dunia.

WHO mendesak negara-negara kaya menunjukkan komitmennya untuk berpartisipasi pada akhir Agustus dan menandatangani kesepakatan yang mengikat tanggal 18 September. Ada pun pembayaran di muka dilakukan selambat-lambatnya tanggal 9 Oktober mendatang.

“Akses yang setara untuk vaksin COVID-19 adalah kunci untuk mengalahkan virus dan membuka jalan pemulihan dari pandemi,” kata Stefan Lovfen, Perdana Menteri Swedia.

“Tak boleh ada perburuan sepihak vaksin yang hanya dinikmati segelintir negara. Dan fasilitas COVAX adalah bagian penting dari solusi, yakni memastikan semua negara mendapatkan keuntungan dari akses ke portofolio kandidat vaksin terbesar di dunia serta memperoleh distribusi dosis vaksin yang adil dan merata,” tandas Lovfen.

WHO sendiri menegaskan bahwa keberhasilan COVAX tidak hanya bergantung jaminan komitmen negara-negara kaya. Tetapi juga menjamin pendanaan untuk penelitian dan pengembangan serta mendukung partisipasi negara-negara berpenghasilan rendah.

Menurut Tedros, perburuan vaksin yang didominasi negara-negara maju dan pabrikan besar hanya akan melambungkan harga vaksin. Dengan kata lain, perburuan vaksin yang dilatari ego nasionalisme masing-masing negara malah akan membantu penyebaran virus.

“Satu-satunya solusi bebas dari pandemi ini adalah bekerja bersama-sama,” kata Tedros.

Sekjen WHO
(Sekjen WHO, Tedros Adhanom Ghebreysus. Foto : Twitter)

Rencana untuk meluncurkan vaksin secara global ketika persediaan terbatas, tambahnya, adalah untuk memastikan perlindungan bagi mereka yang beresiko tinggi, seperti tenaga kesehatan dan para lansia.

Sedangkan saat persediaan melimpah, penyebaran vaksin akan diperluas sesuai kerentanan tiap-tiap negara. Namun pada akhir tahun depan, setidaknya sudah siap 2 miliar dosis vaksin yang efektif.

Perburuan Vaksin COVID-19 Didominasi Negara Kaya

Ironisnya, meski menjadi episentrum pandemi dengan lebih dari 5,7 juta warganya yang terkonfirmasi positif COVID-19, Amerika Serikat justru belum menyatakan minatnya untuk berpartisipasi dalam inisiatif tersebut.

Sebagai negara yang pernah menjadi donatur terbesar untuk WHO, bulan Juli lalu AS secara resmi mengajukan keluar dari organisasi. Hal ini dipicu tudingan Gedung Putih kepada WHO yang membiarkan China menutup-nutupi asal muasal pandemi.

Virus Corona sendiri pertama kali muncul di Kota Wuhan, China tengah, pada bulan Desember tahun lalu. Virus kemudian menyebar ke seluruh dunia dan menginfeksi 23,6 juta orang serta mengakibatkan lebih dari 814 ribu kematian, menurut data Johns Hopkins University. (TON/*)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *