Rolasnews.com – The House of Representatives (DPR Amerika Serikat) akhirnya voting untuk memakzulkan Presiden Donald Trump. Pemakzulan dilakukan Rabu malam (13/1) waktu setempat dengan dakwaan “menghasut kerusuhan” atas pengepungan massa di Gedung Capitol pada pekan lalu yang menewaskan lima orang. Uniknya, ini adalah pemakzulan Trump yang kedua sehingga ia menjadi presiden pertama Amerika Serikat yang diimpeach dua kali.
Dengan penjagaan ketat pasukan Garda Nasional di luar dan di dalam gedung DPR AS, voting menghasilkan 232 suara mendukung dan 197 menolak. Proses pemakzulan Trump sendiri berjalan relatif cepat. Hanya seminggu setelah para pendukung militannya menyerbu Gedung Capitol yang didorong oleh seruan-seruan sang presiden agar mereka “berjuang mati-matian” melawan hasil pemilu.
Sepuluh anggota Partai Republik membelot dan bergabung dengan Partai Demokrat yang menyatakan Trump harus dimintai pertanggungjawaban atas peristiwa yang mencoreng demokrasi di AS tersebut. Ia juga dianggap orang yang “berpotensi” sangat berbahaya jika Kongres tidak bertindak apa-apa menjelang pelantikan presiden terpilih, Joe Biden, tanggal 20 Januari mendatang.
Sekedar mengingatkan, pemakzulan atau impeach terhadap presiden bukanlah barang tabu di AS. Di era modern, Bill Clinton pernah mengalaminya pada tahun 1998. Begitu pula dengan Presiden Richard Nixon di tahun 70-an. Namun hanya Trump yang dua kali coba dilengserkan dari jabatannya.
Ketua DPR AS, Nancy Pelosi, dengan bersandar pada kitab suci meminta anggota parlemen memegang sumpah mereka untuk membela Konstitusi dari ancaman baik dari pihak luar maupun “domestik”.
“Ia (Trump) harus enyah. Ia adalah ancaman nyata dan sangat berbahaya bagi negara yang kita cintai ini,” kata Pelosi dikutip dari Associated Press.
Beberapa jam setelah pemakzulannya, Presiden Trump merilis pernyataan dalam video dari Oval Office. Namun ia tak berkomentar soal voting di DPR AS. Alih-alih ia malah mengutuk aksi kekerasan di Gedung Capitol. Ia juga mengecam tindakan sejumlah media sosial dan Twitter yang membekukan secara permanen akunnya sebagai ancaman terhadap kebebasan berbicara.
Glorifikasi Kekerasan, Twitter Cekal Akun Donald Trump
Kendati telah dimakzulkan oleh DPR AS, namun tidak serta merta Trump turun dari jabatannya. Masih harus menunggu persetujuan Senat yang memiliki “wewenang tunggal untuk mengadili semua pemakzulan”. Ini artinya, Senat yang bisa menjatuhkan “hukuman” atau “vonis”, dalam hal ini pemecatan presiden dari jabatannya. Proses persidangan presiden akan dipimpin oleh Ketua Mahkamah Agung.
Agar presiden dapat dilengserkan dari jabatannya, diperlukan dua pertiga mayoritas dari 100 kursi di Senat. Jika mayoritas itu tercapai dan dua pertiga anggota Senat menyatakan presiden telah “bersalah”, maka presiden harus meletakkan jabatannya.
Trump sendiri pertama kali diimpeach oleh DPR AS pada tahun 2019 karena keterkaitannya dengan Ukraina. Tetapi Senat kemudian memutuskan untuk membebaskannya.
Akan tetapi dengan hasil voting kemarin, Trump menjadi presiden pertama yang dimakzulkan dua kali. Meski masih harus menunggu persetujuan Senat, Partai Republik menyatakan bahwa keadaan dapat berubah cepat karena pihak-pihak yang “berpengaruh” di negara itu sudah muak dengan kelakuan Trump. Satu persatu dari mereka mulai menjauh dari sang presiden yang kalah. (TON)