Pendataan Penerima Vaksinasi Mandiri Harus Perhatikan Aspek Perlindungan Data Pribadi

Pendataan Penerima Vaksinasi Mandiri Harus Perhatikan Aspek Perlindungan Data Pribadi
Rolasnews.com – Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Siti Alifah Dina mengatakan, pendataan penerima vaksinasi COVID-19 mandiri tetap harus memperhatikan aspek perlindungan data pribadi. Hal ini sangat penting dilakukan karena sebagian data-data yang dikumpulkan merupakan data yang sensitif dan akan berdampak negatif kalau tidak terlindungi.

Adanya kebocoran data pribadi konsumen sebuah marketplace dan dugaan yang diperjualbelikannya data tersebut di pasar gelap pada tahun lalu tentu masih segar dalam ingatan. Sementara itu, pembahasan mengenai Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi kini masih berlangsung di DPR.

Misalnya saja pendataan yang dilakukan oleh Kamar Dagang Indonesia (Kadin). Salah satu pihak yang mendukung adanya vaksinasi mandiri, Kadin melakukan pendataan yang ditujukan kepada perusahaan-perusahaan untuk melihat kesediaan mereka untuk ikut dalam vaksin mandiri dan mengalokasikan anggaran untuk mendanai vaksinasi karyawan beserta keluarganya.

Read More

Survei yang dilakukan secara online tersebut memerlukan data pengisian, dari mulai Nomor Induk Kependudukan (NIK), tanggal lahir, alamat lengkap dan juga nomor handphone. Informasi serupa dari anggota keluarga karyawan juga harus diisi dan dilengkapi, misalnya nama, tanggal lahir, serta hubungan keluarga.

Kerawanan dari sederet informasi tadi tentu perlu dilindungi dan dijamin kerahasiaannya. Terutama karena diantara data tersebut terdapat data anak, yang di dalam rancangan UU Perlindungan Data Pribadi (PDP) versi September 2019 tergolong ke dalam data pribadi sensitif.

Merujuk pada draft RUU PDP, Dina melanjutkan, pengisian data harus mendapatkan persetujuan atau persetujuan dari pemilik data, melalui tickbox. Persetujuan atau persetujuan dari pemilik data diperoleh dengan menyertakan informasi.

Informasi tersebut termasuk pihak mana saja yang dapat mengakses data tersebut, tujuan dari pengisian data (apakah ada tujuan selain untuk distribusi vaksin) dan berapa lama data yang akan digunakan oleh Kadin selaku pengontrol data. Pemilik data juga harus mendapatkan jaminan bahwa data hanya akan diakses oleh pihak yang berkepentingan dan tidak akan disebarluaskan.

“Persetujuan dari pemilik data pribadi sangat krusial. Pemilik data perlu meminta persetujuan atau consent mereka terhadap data yang dilakukan. Setelah itu perlu jaminan bahwa data mereka tidak akan disalahgunakan dan disebarluaskan,” jelas Dina.

Vaksinasi Mandiri Swasta Bantu Percepat Distribusi

Wacana vaksinasi COVID-19 mandiri kembali mengemuka. Salah satu alasannya adalah karena keraguan akan kemampuan pemerintah dalam seluruh proses vaksinasi.

Tidak hanya terkait pembiayaan, ketidakmampuan dalam proses distribusi yang harus tepat waktu dan memperhatikan masa terbentuknya antibodi pasca vaksinasi juga disebut sebagai faktor yang membuat vaksinasi tidak akan mampu menjangkau seluruh rakyat Indonesia kalau dilakukan hanya oleh pemerintah. Penyedia layanan vaksin dapat meringankan beban negara dan persiapkan rantai pasokan untuk masa mendatang.

Dina menyatakan, pelibatan ide swasta vaksinasi COVID-19 patut diapresiasi karena dapat melipatgandakan jangkauan vaksinasi dan mempercepat terbentuknya kekebalan masyarakat atau kelompok.

Namun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam vaksinasi mandiri, salah satunya adalah minimnya aspek perlindungan data pribadi, termasuk dalam proses pendataan penerima vaksinasi mandiri.

Dina menekankan pentingnya edukasi dan sosialisasi terus menerus kepada masyarakat mengenai data pribadi dan urgensi untuk melindunginya. Edukasi dan sosialisasi diharapkan bisa membuat masyarakat menjadi semakin kritis saat memberikan data yang diakses oleh penyedia layanan atau platform. (TON/*)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *