Rolasnews.com – Hari Raya Waisak merupakan perayaan yang dilakukan oleh agama Budha dan dirayakan dengan berbagai tradisi yang unik di beberapa negara. 3 tahap penting terkait perayaan Hari Raya Waisak yakni tahap kelahiran, tahap pencerahan, dan kematian atau biasa disebut sebagai Trisuci Waisak.
Perayaan ini biasanya digelar pada saat puncak bulan purnama pertama di bulan Mei dan berikut berbagai tradisi unik yang dilakukan oleh umat Budha di berbagai belahan dunia untuk merayakan Hari Raya Waisak setiap tahunnya.
Perayaan ini tentu menjadi sebuah perayaan unik bagi umat Buddha di Indonesia karena dilakukan di Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah.
Umat Buddha merayakan Hari Raya Waisak di Candi Borobudur menggunakan 3 kelompok yaitu prosesi pengambilan, ritual, dan samadhi.
Perayaan Waisak yang dilakukan dengan cara prosesi pengambilan biasanya akan dilakukan dengan menggunakan sumber api abadi di Mrapen, Kabupaten Grobogan.
Biasanya berbagai kegiatan dan tradisi yang diadakan dengan cara ritual “Pindapatta” di Magelang ini diberikan secara khusus kepada masyarakat untuk berbuat kebajikan, di mana mereka diberi kesempatan untuk memberikan dana makanan kepada para Bikkhu dan Bikshu.
Semua hal yang dilakukan dengan cara samadhi dilakukan pada detik-detik menjelang puncak bulan purnama yang berdasarkan perhitungan falak, sehingga puncak purnama jatuh pada siang hari.
Meski penganut Budha di Indonesia tidak banyak, tapi setiap malam perayaan puncak Waisak, biasanya di Candi Borobudur umat Budha berkumpul dan menyalakan lilin lalu memasukkannya ke dalam lentera.
Peringatan Waisak dilakukan di beberapa wilayah Indonesia juga ada yang dengan cara melepas burung ke langit bebas.
Ada banyak makan yang bisa diartikan dengan melepas burung ke langit bebas pada Hari Raya Waisak salah satunya adalah menyambut hari dan keberuntungan yang baru di dalam hidup umat Budha.
Secara garis besar umat Budha di Nepal akan berbondong-bondong menuju Lumbini yakni tempat kelahiran Sang Buddha untuk merayakan Hari Raya Waisak.
Prosesi perayaan Hari Raya Waisak di Lumbini, Nepal adalah berbuat kebajikan dengan memberi sumbangan atau berbagi kepada orang-orang yang membutuhkan.
Ritual memberi sumbangan ini berguna untuk memberi penghormatan kepada Buddha. Adapun samadhi yang dilakukan di wihara-wihara bertujuan untuk berdoa di Monkey Temple.
Dalam agama Budha di wilayah ini akan merayakan Hari Raya Waisak dengan cara menuangkan air suci ke patung Budha.
Pada perayaan Waisak ini dianggap sebagai lambang dari sebuah awal yang baru di dalam kehidupan.
Menuangkan air suci ke patung Buddha meskipun sederhana tapi kegiatan ini sarat akan makna dan menjadi bentuk rasa syukur.
Meski tidak jauh berbeda dengan perayaan Waisak di Indonesia yaitu menghias candi-candi di wilayah tersebut dengan ratusan lentera-lentera cantik, tapi di Korea Selatan lentera tersebut berbentuk teratai.
Selain melepaskan lentera ke langit malam, di beberapa wilayah Korea Selatan juga banyak bentuk tradisi dalam mengenang kelahiran Sang Buddha ke dunia ini.
Di mana kegiatan yang dilakukan oleh umat Budha di Singapura adalah melepas burung dari sangkarnya ke udara.
Namun, perayaan Waisak di Singapura dianggap melambangkan datangnya hari yang baru dan menjadi perayaan nilai-nilai yang ditinggalkan oleh Buddha bagi umatnya.
Agar menjadi sebuah ritual yang menyenangkan akan ada ribuan burung yang diterbangkan pada saat perayaan kelahiran Buddha tersebut berlangsung.
Perayaan kelahiran Buddha di tengah masyarakat Sri Lanka akan disambut dengan warna-warni lampu yang ceria.
Kegiatan ini tentunya akan menyemarakkan wilayah tersebut dengan lampu-lampu listrik berwarna-warni di berbagai sudut kota.
Umat Budha di Myanmar akan berbondong-bondong menyebut perayaan Waisak dengan Hari Bulan Purnama Kason.
Dalam momen penting tersebut, mereka merayakannya tepat pada bulan kedua kalender lunar tradisional Myanmar.
Selain itu, seluruh umat Budha Myanmar setiap tahunnya akan membawa sebuah pot yang terbuat dari tanah ke kuil pagoda untuk menyiram pohon Mahabodhi.
Bentuk perayaan Waisak dengan menyiram pohon Mahabodhi dianggap suci oleh umat Budha dan untuk memastikan mereka akan bertahan hidup di bumi yang kering.
Di wilayah ini, umat Budha akan merayakan Hari Raya Waisak dengan cara Upacara Yufojie atau Festival Mandi Buddha.
Hal ini biasanya para biksu menuangkan air wangi yang telah diberkati ke atas patung bayi Buddha yang memiliki jari telunjuk kanan mengarah ke langit dan jari telunjuk kiri mengarah ke bumi yang melambangkan kelahiran pangeran.
Meski terbilang sederhana dengan melakukan doa kepada orang yang telah tercerahkan dalam agama Budha di Vihara, kuil atau biara Buddha, namun kegiatan ini dilakukan untuk memberikan penghormatan.
Bagi para biksu mereka akan memberikan ceramah kepada murid-muridnya tentang kehidupan, ajaran Buddha, dan syair-syair kuno yang dibacakan secara bersamaan.
Umat Budha di Tibet akan berziarah ke Lhasa dan Ngari selama satu bulan selama perayaan kelahiran Sang Buddha.
Hal ini dilakukan sebagai perbuatan mencintai sesama makhluk hidup dengan cara membeli dan membebaskan hewan agar tidak disembelih atau dikurung.
Berbeda dan menjadi salah satu ritual unik, Jepang memperingati Hari Raya Waisak dengan tradisi unik mengelilingi bunga teratai yang konon tumbuh dari tempat bayi Buddha berjalan.
Hal ini dilakukan juga dengan cara datang ke kuil untuk memandikan patung Buddha, lalu menaburi patung dengan ama-cha, setelah itu mengalungkan rangkaian bunga teratai di patung Buddha.
Ini tentu menjadi sebuah ritual yang menyenangkan, sebab terlebih dulu harus membuat ama-cha yang dibuat dari berbagai macam daun hydrangea.
Bagi masyarakat Thailand hari lahir Buddha atau Visakha Puja merupakan hari libur. Berbeda dengan beberapa negara yang menikmati hari libur dengan berbagai perayaan kelahiran Buddha, Thailand justru berkumpul di kuil untuk mendengarkan ceramah dari para biksu.
Ini akan terlihat sangat unik dan menarik karena dapat merapal doa sekaligus mempersembahkan makanan, bunga, dan lilin yang dimaksudkan untuk melambangkan batasan dari kehidupan material.
Hari Tri Suci Waisak di Kamboja disebut Visak Bochea. Hal ini ditandai dengan ajaran Buddha Theravada yakni bendera Buddha dikibarkan di atas kuil dan diarak di jalan-jalan oleh para biksu.
Hari Tri Suci Waisak mengingatkan para biksu dan berparade untuk membawa bunga teratai, lilin, dan dupa sementara masyarakat Kamboja memberikan persembahan kepada para biksu.
Tiga peristiwa suci yang setiap tahun dilakukan oleh masyarakat Bangladesh untuk menyambut dan merayakan Hari Waisak adalah:
- Melakukan Puja Vaisakha atau Buddha Purnima,
- Memakai atau mengenakan pakaian berwarna putih pada saat mengunjungi kuil,
- Mendengarkan para bhikkhu dalam memberikan ceramah.
Di Bangladesh biasanya perayaan Waisak juga identik dengan memberikan sedekah kepada organisasi-organisasi khusus yang telah merawat orang miskin, orang tua hingga orang sakit.
Tidak hanya itu, para peziarah wajib mengunjungi salah satu tempat yaitu Bodh Gaya sebagai tempat sang Buddha mendapatkan pencerahan pada saat usianya ke 35 tahun serta menyalakan lampu-lampu minyak di Kuil Mahabodhi.
Seperti negara lainnya, Vietnam juga menyalakan lentera saat vesak day tetapi bukan melepaskannya ke langit, di negara ini justru meletakkannya di sepanjang jalan.
Pada Hari Raya Waisak biasanya di Malaysia akan ada pertunjukan naga dan singa di jalanan sebagai bagian dari perayaan Ini. Di hari yang sama juga tentu ada kebiasaan untuk mengadakan pertemuan keluarga besar dan pesta dengan makanan tradisional Budha.
Biasanya masyarakat Filipina akan merayakan merayakan pesta di Binondo, Manila. Adapun, perayaan Hari Tri Suci Waisak di Binondo memiliki berbagai macam pertunjukan yang mewah setiap tahunnya.























