Rolasnews.com – Meskipun memiliki potensi tanaman porang yang kaya, nyatanya pembudidaya porang di Kabupaten Nganjuk masih tergolong pra-sejahtera. Tergerak untuk membantu ekonomi para pembudidaya tersebut, tim pengabdian masyarakat (Abmas) dan kuliah kerja nyata (KKN) ITS mengimplementasikan alat pemotong dan pengering porang yang ergonomis.
Alat yang dirancang oleh tim Abmas dan KKN ITS yang diketuai oleh Dr Ir Eko Nurmianto MEngSc ini menjadi pendukung untuk mengolah tanaman porang menjadi berbagai macam produk bernilai ekonomi tinggi. Sehingga diharapkan mampu mendongkrak produktivitas porang serta meningkatkan perekonomian masyarakat setempat.
Kabupaten Nganjuk memiliki luas sekitar 122,433 hektar, di mana 49.9 persen atau 61.127,2 hektar di antaranya berupa hutan. Keberadaan hutan sangat penting artinya bagi masyarakat Nganjuk karena mempunyai fungsi ekonomi sebagai penyangga kehidupan yang esensial. Potensi besar yang disimpan hutan Nganjuk adalah komoditas porang, salah satunya di Desa Macanan, Loceret.
Porang atau Amorphopallus oncophillus merupakan komoditas hutan nonkayu yang hasil utamanya berupa umbi. Umbi porang jika diproses lebih lanjut dapat menghasilkan beragam produk, seperti bahan olahan makanan, bahan campuran industri kertas, bahan pembuat lem, bahan untuk industri tekstil, hingga bahan isolator pada industri listrik.
Kendati memiliki banyak potensi porang, masih banyak para pembudidaya yang kehidupannya masih kurang sejahtera. Berbagai cara telah ditempuh untuk meningkatkan daya saing dan daya jual porang dari hasil budidaya mereka. Namun terdapat permasalahan berupa kurangnya kualitas sumber daya manusia (SDM) dan pembinaan yang rutin.
Berangkat dari adanya gap tersebut, tim abmas dan KKN ITS ini bertekad untuk membantu meningkatkan kesejahteraan pembudidaya porang, terutama di Desa Macanan, Loceret.
Bersama dengan Eko, terdapat empat dosen ITS lain yang turut menjadi bagian dari tim abmas dan KKN ITS ini. Keempatnya adalah Ir Arino Anzip MEngSc, Ir Witantyo MEngSc, Prof Dr Ir Udisubakti Ciptomulyono MEngSc, dan Dr Soehardjoepri MSi.
Selain itu, terdapat pula 10 mahasiswa ITS yang membantu kegiatan abmas dan KKN oleh Pusat Studi Pengembangan Potensi Daerah dan Pemberdayaan Masyarakat (PPDPM) ITS ini.
Tim ITS melihat bahwa porang di Nganjuk memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan menjadi ekonomi unggulan. Mulai dari wisata porang, edukasi porang, dan pengembangan potensi ekspor porang sangat mungkin untuk diwujudkan dengan melimpahnya porang di sana.
Langkah yang diambil Eko dan tim adalah dengan melakukan transformasi porang menjadi berbagai produk olahan yang bernilai ekonomi tinggi. Gagasan ini muncul karena sebelumnya hasil panen porang langsung dijual dalam bentuk umbi, sehingga hasil yang didapat pembudidaya cenderung rendah.
Belum banyak yang mengetahui bahwa porang merupakan komoditas yang memiliki permintaan tinggi, bahkan di luar negeri. Pada 2018 tercatat ada 254 ton ekspor porang ke negara Jepang, Tiongkok, Vietnam, Australia dan lainnya yang mencapai Rp 11,31 miliar. Angka permintaan yang besar ini, jika dimanfaatkan secara optimal dengan menjual hasil olahan porang maka keuntungan yang didapatkan oleh pembudidaya akan semakin meningkat.
“Dengan begitu kesejahteraan masyarakat bisa meningkat,” tuturnya penuh harap.
Untuk merealisasikan diversifikasi produk porang gagasan Tim ITS ini, masyarakat Loceret dibekali alat pemotong dan pengering porang. Alat ini merupakan hasil dari penelitian rancang bangun prototipe mesin pemotong dan pengering porang yang dijalankan Eko bersama dua rekannya Ir Arino Anzip MEngSc dan Dwi Endah Kusrini SSi MSi yang telah rampung pada 2019 lalu.
Alat ini digunakan untuk menggantikan metode pemotongan konvensional yang masih menggunakan pisau atau pasrah tradisional. Dengan menggunakan alat ini, umbi porang yang berbentuk bulat berubah menjadi chip porang tanpa menggunakan tenaga manusia. Dengan demikian dapat meningkatkan produktivitas porang masyarakat petani hutan.
Chip atau potongan-potongan porang kemudian dimasukkan ke dalam alat pengering untuk dipanaskan hingga mencapai suhu 70 derajat celcius.
Eko menyebutkan bahwa suhu ini disesuaikan dengan panas yang didapatkan ketika potongan porang dipanaskan selama kurang lebih sehari di bawah sinar matahari. Dengan memanfaatkan mesin pemotong dan pengering porang tersebut, pengolah dapat memotong kurang lebih 30 kilogram per jam dan dapat mengeringkan potongan porang hanya dalam waktu tiga sampai empat menit.
“Setelah itu, porang akan dihaluskan menjadi tepung yang kemudian bisa dimanfaatkan untuk berbagai olahan bernilai ekonomi tinggi,” jelas dosen Departemen Teknik Sistem dan Industri ITS ini.
Olahan-olahan hasil pengembangan dari tepung porang yang dilakukan peserta binaan di Desa Macanan, Loceret diantaranya adalah kerupuk porang, kue porang, bakso porang, jelly art, mi porang, stik porang, nugget porang, dawet porang, dan puding porang.
KKN di Jombang, ITS Ciptakan Alat Otomasi Kelembaban dan Suhu Budidaya Jamur Tiram
Selain membantu melatih masyarakat dalam penerapan mesin pemotong dan pengering serta mengolah porang menjadi produk olahan, Eko dan tim juga membantu melatih beberapa hal yang menunjang keberhasilan dari wirausaha ini. Yakni pelatihan dan praktik pengemasan produk, permodalan dan keuangan, serta teknik menjual dan manajemen pasar.
“Ketiga komponen ini sangat penting agar keberlanjutan usaha pengolahan porang dapat terwujud,” imbuhnya.
Eko berharap bahwa usaha mengembangkan porang yang telah dirintis sejak 2016 ini akan terus berkembang, sehingga dapat menjangkau wilayah yang lebih luas lagi.
Ahli ergonomi ini berharap pemerintah daerah dapat memperluas kegiatan pemberdayaan dan pendampingan di tempat-tempat lain serta menciptakan konektivitas pengembangan porang dan wisata porang. Yang pada akhirnya akan mewujudkan suatu citra pada Kabupaten Nganjuk sebagai kota berpotensi porang yang dapat memberikan keuntungan serta keunggulan ekonomi untuk masyarakat lokal setempat. (TON/HUMiTS)